JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menjadi korporasi pertama di Indonesia yang memberikan akses langsung terhadap data perpajakan perusahaan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Sistem yang menguntungkan bagi negara dan perusahaan ini diharapkan diadopsi perusahaan lain.
Nota kesepahaman tentang integrasi data tersebut ditandatangani Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik dan Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan di Jakarta, Rabu (21/2). Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadir.
Melalui integrasi data, Pertamina secara sukarela memberikan akses kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap data perpajakan. Data perpajakan tersebut, antara lain, adalah data pembelian dan penjualan, pembayaran gaji, dan transaksi dengan pihak ketiga.
Selain itu, Pertamina juga memberikan akses kepada DJP untuk melakukan otomatisasi pelaksanaan kewajiban perpajakan melalui fasilitas elektronik. Fasilitas itu, antara lain, e-faktur, e-bukti potong/pungut, e-billing, dan e-filing.
Data tentang transaksi yang dilakukan Pertamina dengan pihak ketiga juga akan digunakan untuk membantu mitra transaksi dalam menjalankan kewajiban perpajakan mereka, termasuk sebagai data untuk pengisian laporan surat pemberitahuan (SPT) secara otomatis.
Rini Soemarno menyampaikan pemikiran untuk mengintegrasikan data perpajakan BUMN sudah muncul sejak 2010. Tahun ini, akhirnya rencana tersebut terealisasi.
”Harapan kami, pembayaran pajak tepat waktu dan benar sehingga tidak ada laporan kena denda karena pembayaran pajak kurang satu atau dua tahun, kemudian menggerus keuntungan BUMN. Dengan demikian, pembayaran dividen ke negara bisa maksimal,” kata Rini.
Melalui integrasi data, lanjut Rini, pihaknya juga bisa mengetahui lebih awal tentang keuntungan BUMN yang lebih akurat. Sebab, kurang bayar pajak dan denda yang biasanya muncul satu atau dua tahun setelah tutup buku bisa diminimalkan.
”Ini juga membantu Kementerian BUMN untuk betul-betul bisa mengontrol dengan lebih baik semua BUMN,” kata Rini.
Menyusul
Pertamina adalah BUMN pertama yang memberikan akses ke DJP. Rini menargetkan, 29 BUMN lainnya menyusul tahun ini. Secara keseluruhan, 30 BUMN tersebut telah merepresentasikan sekitar 90 persen dari pendapatan semua BUMN.
Sri Mulyani menyatakan, model integrasi data antara Pertamina dan DJP tersebut akan mengurangi beban perusahaan dan DJP. Sebab, melalui akses data yang langsung pada saat itu juga kemungkinan terjadi beda penghitungan sampai berujung pada kurang atau lebih bayar menjadi kecil. Dengan demikian, penghitungan perusahaan dan DJP sama-sama menjadi lebih akurat. ”Tidak hanya itu, kerja sama ini juga diharapkan akan memunculkan trust dan respect sehingga Indonesia bisa mulai membangun reputasi sebagai ekonomi yang efisien dan produktif,” kata Sri Mulyani.
Pada 2017, setoran pajak BUMN mencapai Rp 166 triliun atau 15,6 persen dari total penerimaan pajak. (LAS)