JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah harus mampu membuktikan ketegasan komitmen dalam proses amandemen kontrak pertambangan yang sampai kini belum tuntas. Dari 31 kontrak karya yang harus diamandemen kontraknya, masih tersisa sembilan kontrak karya yang belum diamandemen. Amandemen kontrak adalah amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
”Karena amandemen itu amanat undang-undang, seharusnya pemerintah tegas terhadap perusahaan pemegang kontrak. Publik pasti mendukung sebab sandarannya adalah undang-undang,” kata Direktur Indonesian Resources Studies Marwan Batubara, Rabu (21/2), di Jakarta.
Amendemen kontrak meliputi enam hal, yaitu luas wilayah pertambangan, penerimaan negara, kewajiban divestasi, kelanjutan operasi, pemanfaatan barang dan jasa di dalam negeri, serta pembangunan smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral).
Ketegasan yang sama, lanjut Marwan, harus ditunjukkan pemerintah dalam bernegosiasi dengan PT Freeport Indonesia. Sampai kini, negosiasi mengenai divestasi saham Freeport masih belum tuntas. Selain divestasi, negosiasi juga membahas soal perpanjangan operasi Freeport di Papua.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan daerah pemilihan Papua, Tony Wardoyo, mengatakan, pihaknya mendorong transparansi negosiasi yang tengah berlangsung antara pemerintah dan perusahaan pemegang kontrak karya. Transparansi ini terkait dengan prinsip bahwa negosiasi harus menguntungkan pihak Indonesia. Jangan sampai negosiasi tersebut ditunggangi pihak-pihak tertentu, apalagi dimanfaatkan oleh pemburu rente. (APO)