Mulai tahun ini, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan menggunakan kartu kredit untuk keperluan belanja operasional dan perjalanan dinas kementerian dan lembaga negara. Tujuannya, antara lain, untuk meningkatkan tata kelola keuangan kementerian dan lembaga negara.
Untuk keperluan itu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan menggandeng PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk sebagai penerbit kartu kredit.
Untuk tahap awal, proyek percontohan dilakukan di empat instansi, yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekretariat Negara, dan Kementerian Keuangan.
Sekitar 500 kartu kredit telah dibagikan ke pejabat dan pegawai di empat instansi tersebut. Plafon akumulasi transaksi setiap kartu kredit Rp 50 juta-Rp 200 juta, dengan nilai belanja maksimal Rp 50 juta per transaksi.
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, di Jakarta, Kamis (22/2), menyatakan, penggunaan kartu kredit itu mempermudah dan mengefisienkan tata kelola aliran kas. Sebelumnya, bendahara di setiap satuan kerja harus menyediakan uang tunai dalam jumlah besar untuk membayar belanja operasional dan perjalanan dinas.
Di PPATK, kartu kredit untuk keperluan belanja operasional dipegang bendahara di setiap satuan kerja. Sementara kartu kredit untuk perjalanan dinas dipegang pegawai eselon 3 hingga pejabat tertinggi.
Untuk keperluan perjalanan seperti membeli tiket perjalanan dan hotel, PPATK menggunakan kartu kredit. Sementara untuk uang dinas yang sifatnya menyeluruh, pegawai atau pejabat yang melakukan perjalanan dinas menerima tunai dari bendahara satuan kerja.
Setelah menggunakan kartu kredit, pegawai atau pejabat yang bersangkutan melapor kepada bendahara satuan kerja masing- masing. Selanjutnya, bendahara satuan kerja melapor ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kemudian Direktorat Jenderal Perbendaharaan akan membayar tagihan ke bank penerbit.
Lebih efisien
Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas, menyatakan, manajemen aliran kas bank menjadi lebih efisien dengan penggunaan kartu kredit tersebut. Selama ini, uang tunai yang dibutuhkan untuk membayar keperluan perjalanan dinas dan belanja operasional kementerian dan lembaga negara ditarik dari bank.
Selain itu, lanjut Rohan, bank juga mendapat komisi dari gerai. Adapun pendapatan dari bunga diasumsikan nihil. Sebab, pemerintah memiliki waktu yang cukup untuk memproses hingga membayar tagihan sebelum jatuh tempo.
Kartu kredit untuk kementerian dan lembaga negara ini, tambah Rohan, tak ubahnya seperti kartu kredit yang sudah banyak diterbitkan untuk korporasi. Adapun nilai maksimal setiap transaksi dan plafon akumulasi transaksi per kartu kredit sepenuhnya disesuaikan dengan permintaan konsumen, dalam hal ini pemerintah. Skemanya pun bisa diubah sewaktu-waktu sepanjang ada permintaan resmi.
Berdasarkan data Bank Indonesia, per Januari 2018, ada 17,4 juta kartu kredit yang beredar di Indonesia. Adapun nilai transaksinya pada Januari 2018 sebesar Rp 26,157 triliun. (LAS)