JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali menggagalkan penyelundupan benih lobster ke luar negeri. Modus penyelundupan benih lobster ditengarai melibatkan jaringan internasional yang terkoordinasi menyerupai jaringan narkoba.
Pada 22 Februari 2018, dua kasus penyelundupan benih lobster digagalkan lagi oleh aparat di Terminal 2 Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkarang. Sejumlah 14.507 ekor benih lobster senilai Rp 2,9 miliar dimuat dalam satu koper dan 71.982 ekor benih senilai Rp 14,396 miliar dimasukkan dalam empat koper di bagasi pesawat.
Penggagalan penyelundupan itu merupakan hasil operasi gabungan Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI dan Avian Security Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM-KKP) Rina, di Jakarta, Jumat (23/2), mengemukakan, sejak awal 2018 tercatat sudah 18 kasus penyelundupan benih lobster digagalkan aparat. Potensi kerugian akibat penyelundupan itu ditaksir mencapai Rp 49 miliar.
Sepanjang 2017, upaya penyelundupan benih lobster yang digagalkan tercatat 77 kasus, berjumlah total 2.237.240 ekor benih dengan potensi kerugian negara yang diselamatkan mencapai Rp 336,377 miliar. Modus penyelundupan sangat beragam, antara lain benih lobster dicampur dengan komoditas ikan basah, baju anak, mainan anak, sayuran, koper pakaian, ataupun perangkat komputer.
Rina menambahkan, penyelundupan benih lobster asal Indonesia marak seiring tingginya permintaan dari negara lain, terutama Vietnam, yang tidak memiliki sumber benih. Modus kejahatan itu melibatkan tim yang rapi menyerupai jaringan narkoba, dengan jalur penyelundupan yang makin luas. Jaringan mencakup penadah, pengumpul, distributor, bandar, hingga pemodal asing.
”(Penyelundupan benih) kompleks dari segi modus dan jaringan. Mereka tersebar dalam tim dan punya komando. Pelaku dalam jaringan kerap tidak mengenal siapa yang menyuruh,” kata Rina.
Tren jalur penyelundupan tidak hanya melalui bandara, tetapi juga jalan darat dan pelabuhan. Benih hasil tangkapan dikumpulkan di beberapa lokasi penampungan, sebelum akhirnya diangkut dengan kapal ke luar negeri melalui pelabuhan tangkahan atau pelabuhan tidak resmi.
Dari penyelundupan itu, kurir atau perantara meraup untung besar. Sebaliknya hasil yang didapat nelayan pengambil benih sangat minim. Harga benih lobster mutiara di tingkat nelayan sekitar Rp 30.000 per ekor. Saat dijual ke luar negeri bisa dijual Rp 200.000 per ekor. Kurir atau perantara bisa mendapat upah Rp 35 juta per koper.
Larangan ekspor benih lobster tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016. Aturan itu mensyaratkan penangkapan lobster minimal berukuran panjang karapas lebih dari 8 sentimeter atau berat di atas 200 gram. Penangkapan lobster dilarang dalam kondisi bertelur.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dalam konferensi pers, mengemukakan, setiap tahun terindikasi hampir 60 juta ekor benih lobster diselundupkan ke Vietnam. Nilai ekspor lobster Vietnam mencapai Rp 30 triliun per tahun. ”Tidak satu ekor pun benihnya dari Vietnam, seluruhnya berasal dari Indonesia,” ujar Susi.
Sebagai ilustrasi, benih lobster hasil selundupan dibeli pemodal asal Vietnam seharga Rp 100.000 per ekor. Benih itu dibesarkan selama 6-8 bulan agar ukurannya menjadi 1 kilogram, harga jualnya pun lalu melejit jadi Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per ekor.
Nelayan Indonesia kehilangan nilai tambah dan potensi peningkatan pendapatan karena penyelundupan benih. Jika penyelundupan benih lobster berlanjut, plasma nutfah Indonesia juga dikhawatirkan punah. ”Lama-lama Indonesia bisa impor lobster. Masa depan (lobster) Indonesia hancur,” kata Susi. (LKT)