JAKARTA, KOMPAS — Sebaran ekonomi kreatif di Indonesia belum merata. Lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Bali, adalah daerah kontributor utama produk domestik bruto sektor ekonomi kreatif.
Berdasarkan Statistik Ekonomi Kreatif Indonesia yang diterbitkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, porsi produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif dari lima provinsi itu mencapai 48,04 persen dari keseluruhan sumbangan PDB ekonomi kreatif. Adapun sisanya, yakni 51,96 persen, berasal dari 29 provinsi lain. Kondisi itu terekam pada 2014-2016.
Pada 2016, jumlah usaha ekonomi kreatif sebanyak 8,2 juta unit. Sebanyak 65,37 persen tersebar di Jawa, 17,94 persen di Sumatera, dan 4,95 persen di Kalimantan. Kemudian, 6,53 persen berlokasi di Sulawesi, Maluku, dan Papua serta 5,21 persen di Bali dan Nusa Tenggara.
”Di luar Jawa, potensi ekonomi kreatif masih belum banyak digali. Pemerintah perlu segera menyelesaikan masalah ketimpangan ini,” ujar Kepala BPS Suhariyanto, Selasa (27/2), di Jakarta.
Ketidakmerataan tersebut juga diikuti situasi industri kreatif yang bukan dikelola perusahaan skala besar. Sebagai gambaran, sekitar 20 persen dari 8,2 juta usaha ekonomi kreatif pada 2016 berstatus perusahaan rintisan dengan jumlah pekerja satu hingga dua orang.
Usaha ekonomi kreatif cenderung bersifat informal. Hanya 3,86 persen dari total usaha pada 2016 memiliki laporan keuangan. Mayoritas usaha didominasi perempuan pengusaha.
”Dengan status informal itu, bagaimana pelaku usaha bisa mengakses kepastian hukum? Kami berharap pemerintah bisa mulai memperbaiki dari hal-hal sederhana seperti itu,” ujar Suhariyanto.
Mendesak
Pada saat bersamaan, Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik mengemukakan, perbaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja mendesak dilakukan. Pemerintah berusaha melakukan perbaikan itu melalui sertifikasi profesi.
Bekraf juga berupaya meningkatkan sosialisasi mengenai pentingnya hak kekayaan intelektual dan cara mengembangkannya menjadi bisnis. Dengan demikian, pendapatan ekonomi kreatif bisa meningkat.
Pada 2010, PDB ekonomi kreatif sebesar Rp 525,96 triliun, sedangkan pada 2016 naik menjadi Rp 922,59 triliun.
Di tingkat global, Ricky mengklaim kontribusi ekonomi kreatif Indonesia terhadap PDB tidak kalah besar. Pada 2016, kontribusi Indonesia mencapai 7,44 persen, sedangkan Singapura 5,70 persen, Filipina 4,92 persen, dan Kanada 4,50 persen.
Secara terpisah, Hans Harischandra Tanuraharjo, Property and Small Micro Business Development Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, pengelola jaringan ritel Alfamart, mengatakan, pihaknya membina 48.000 warung atau toko ritel di sekitar Alfamart. Materi pembinaan menyangkut pelatihan usaha. Selain itu, mereka juga bisa membeli barang dagangan dari Alfamart.
Mulai tahun ini, Sumber Alfaria Trijaya bekerja sama dengan PT Digital Artha Media dan PT M Cash Integrasi Tbk yang memiliki platform Warung Goes Online (Wagon) dan agregator konten digital. Teknologi itu masing-masing memiliki fitur pembayaran bank dalam jaringan atau titik pembayaran daring bank. (MED)