Nilai tukar rupiah, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) pada Kamis (1/3), tercatat sebesar Rp 13.793 per dollar AS, melemah dari hari sebelumnya Rp 13.707 per dollar AS. Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi mengatakan, fundamen ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Meski begitu, volatilitas atau gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sepanjang tahun 2018 tidak telah mencapai 8,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV-2017 mencapai 5,19 persen. Neraca pembayaran Indonesia mengalami surplus dan pada 2018 diproyeksikan mencapai 6 miliar dollar AS. Laju inflasi juga diperkirakan tetap rendah. ”Nilai tukar rupiah memang terlalu lemah jika dibandingkan dengan sejumlah faktor domestik, seperti rendahnya inflasi, neraca pembayaran yang surplus, serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” kata Doddy di Jakarta.
Pelemahan nilai tukar rupiah dimulai seusai pidato Gubernur Bank Sentral AS, The Fed, Jerome Powell di depan Kongres AS memicu spekulasi dari para pelaku pasar. Di depan Kongres AS, Powell menyampaikan optimismenya terhadap pemulihan ekonomi AS sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi dari sisi moneter melalui penyesuaian tingkat suku bunga.
”Semula, semua memperkirakan bahwa kenaikan suku bunga acuan AS akan moderat atau sekitar tiga kali dalam setahun. Dengan pernyataan baru tersebut sebagian besar pelaku pasar memperkirakan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga empat kali dalam setahun,” ujar Doddy.
Pelemahan nilai tukar rupiah diperkirakan tak terlalu lama karena kondisi ekonomi domestik positif. Selain proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, inflasi masih terjaga.
Situasi pasar
Menurut Doddy, intervensi BI telah dilakukan meski tidak bisa dirinci apa saja upaya intervensi yang telah dilakukan Menurut dia, semua hal terkait volume, strategi, dan waktu pelaksanaan intervensi adalah bagian dari strategi yang tidak boleh dipublikasi. ”Bank Indonesia berupaya melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Strategi ini sangat rahasia sehingga tidak semua pejabat di BI mengetahui strategi ini,” ujar Doddy.
Pihaknya memastikan intervensi dilakukan sesuai dengan situasi pasar serta besaran cadangan devisa Indonesia karena intervensi tidak serta-merta memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diprediksi akan berakhir pada minggu ketiga Maret 2018. ”Menjelang Maret, Juni, Desember pasti akan ada volatilitas. BI akan terus melakukan upaya stabilisasi saat nilai tukar rupiah menunjukkan kondisi yang tidak mencerminkan fundamen ekonomi dalam negeri,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan, pelaku pasar menerjemahkan pidato Powell pekan lalu sebagai sikap hawkish atau keras dan agresif. Sikap The Fed direspons pelaku pasar dengan melepas sebagian aset di mata uang negara berkembang.
Hal itu berdampak pada mata uang di negara-negara pengguna mata uang dollar AS. Dari hasil pengamatan BI terhadap transaksi perdagangan internasional, terutama dalam ekspor, penggunaan dollar AS oleh pelaku pasar dalam negeri mencapai 94 persen. Sementara dari sisi impor, penggunaan mata uang dollar AS sekitar 78 persen.
”Semoga pelemahan nilai tukar rupiah hanya berlangsung sementara karena penyebab pelemahan adalah sentimen eksternal dan fundamen ekonomi dalam negeri masih stabil,” ujarnya.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono mengatakan, rupiah sudah terganggu pernyataan Jerome Powell yang akan menaikkan suku bunga The Fed 4 kali tahun ini. Namun, Tony memperkirakan, The Fed hanya akan menaikkan 2-3 kali suku bunga ke 2 persen sampai akhir tahun ini. (DIM/LAS)