JAKARTA, KOMPAS — Inflasi sepanjang tahun ini diperkirakan terkendali rendah. Meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia diperkirakan tidak akan turun lagi, kenaikan harga komoditas—sejak triwulan III-2017 yang berlanjut tahun ini—akan meningkatkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Pemerintah dan DPR menargetkan inflasi tahun ini sebesar 3,5 persen. Sementara target Bank Indonesia 2,5-4,5 persen.
Inflasi Februari sebagaimana diumumkan BPS, Kamis (1/3), sebesar 0,17 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan Februari 2017 yang sebesar 0,23 persen. Dengan demikian, inflasi Januari-Februari 2018 adalah 0,79 persen.
Kepala BPS Suhariyanto, dalam keterangan pers, menyatakan, inflasi Februari dipengaruhi kenaikan harga beras, bawang putih, ikan segar, bawang merah, emas perhiasan, dan bensin. Sementara penghambat inflasi adalah harga daging ayam ras, telur ayam ras, tarif angkutan udara, dan cabai merah yang turun.
”Dengan kondisi hujan, inflasi 0,17 persen ini tergolong rendah. Kita berharap, inflasi akan terus terkendali sampai akhir tahun,” katanya.
Dihubungi di Surabaya, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta A Tony Prasetiantono menyatakan, inflasi 0,17 persen pada Februari termasuk rendah. Sebab, inflasi pada bulan tersebut biasanya tinggi karena cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir dan gagal panen. Alhasil, biaya distribusi dan harga bahan makanan naik.
Faktor-faktor tradisional penyebab inflasi Februari tersebut, menurut Tony, kali ini kecil dampaknya. Inflasi pun rendah.
Kendati inflasi rendah, lanjut Tony, ia tidak melihat potensi untuk menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7 Day-Reverse Repo Rate. Suku bunga saat ini yang sebesar 4,25 persen sudah tergolong rendah.
”Jika diturunkan lagi, saya khawatir mengganggu deposito dan kabur ke valuta asing. Rupiah bisa terganggu,” kata Tony.
Terkait konsumsi rumah tangga, Tony optimistis, tahun ini akan tumbuh di atas 5 persen. Hal ini terindikasi dari realisasi penerimaan pajak Januari 2018 yang tumbuh 11 persen dalam setahun. Adapun pemicunya adalah kenaikan harga komoditas, terutama batubara.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, di Jakarta, menyatakan, inflasi inti menjadi penyumbang terbesar bagi inflasi Februari 2018. Dalam inflasi inti tersebut terdapat faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Josua menambahkan, perlu upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga agar lebih tinggi daripada tahun lalu. Dari sisi moneter, belum cukup efektif mendongkrak belanja masyarakat. Untuk itu, perlu stimulus fiskal.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk subsidi dan bantuan sosial bagi masyarakat miskin serta program padat karya. ”Untuk kelompok menengah ke atas, yang dibutuhkan adalah kepercayaan sehingga mau berbelanja. Kepercayaan ini bisa dibangun dari pajak, politik, ataupun kondisi global,” katanya.
Faktor penting
Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunkan angka kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan. Investasi kepada sumber daya manusia menjadi isu global karena memengaruhi produktivitas negara dan berdampak terhadap pemulihan ekonomi global.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seusai membuka seminar bertema Modal Sumber Daya Manusia Sebagai Motor Penggerak Ekonomi Baru di The Anvaya Beach Resort, Kuta, Kabupaten Badung, Bali, kemarin.(LAS/COK)