JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai kenaikan harga pembelian pemerintah tidak diperlukan lagi. Sejumlah kebijakan terkait dengan pembelian gabah ataupun beras dianggap cukup menjaga harga di tingkat petani.
Pembelian gabah ataupun beras oleh Perum Bulog, kata Amran, bukan hanya bersandar pada harga pembelian pemerintah (HPP) sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015. Ada sejumlah skema pembelian di luar HPP yang bisa menjadi dasar, yakni kelenturan harga pembelian hingga 20 persen di atas HPP, skema komersial, dan pembelian gabah di luar kualitas.
"Saya kira (sejumlah skema pembelian) itu cukup (menjaga harga di tingkat petani). Bulog tetap bisa membeli meski harga gabah/beras di atas HPP," kata Amran seusai berkunjung ke Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Cisauk, Tangerang, Banten, Kamis (1/3).
Sejumlah pihak meragukan skema-skema itu dapat menjaga harga di tingkat petani. Kalangan petani khawatir harga jual gabah tetap anjlok di bawah ongkos produksi yang diperkirakan mencapai Rp 4.200 per kilogram kering panen (GKP), terutama saat puncak panen raya. Sementara sesuai Inpres No 5/2015, HPP GKP masih Rp 3.700 per kg.
Awal bulan lalu, pemerintah mengumumkan kenaikan fleksibilitas harga pembelian hingga 20 persen. Dengan adanya kelenturan itu, Bulog bisa membeli GKP dengan harga Rp 4.440 per kg di tingkat petani atau beras Rp 8.760 per kg di gudang Bulog. Ketika harga turun di bawah harga fleksibilitas, kata Amran, Bulog tetap perlu membelinya.
Analis kebijakan pada Centre for Agriculture and People Support, M Husein Sawit, berpendapat, fleksibilitas 20 persen bisa meredam penurunan harga gabah di tingkat petani yang pada Maret-April ini memasuki masa panen raya. Syaratnya, Perum Bulog memperbesar volume pengadaan, setidaknya 2,5 juta ton setara beras hingga Mei.
Tak mudah
Penyerapan 2,5 juta ton oleh Bulog dinilai tidak mudah. Sebab, volume cadangan beras pemerintah relatif kecil, yakni sekitar 300.000 ton setahun. Selain itu, saluran keluar (outlet) beras Bulog berkurang karena perubahan mekanisme bantuan pangan dari natura dalam bentuk beras ke transfer langsung pada keluarga penerima secara bertahap sampai Agustus 2018.
Tanpa komitmen kuat pemerintah, petani bakal rugi. Menurut Husein, dengan ongkos produksi mencapai Rp 4.300 per kg, HPP GKP idealnya Rp 5.600 per kg. Angka ini mencakup keuntungan petani 30 persen. Karena itu, keuntungan petani tetap tipis meski pemerintah membeli dengan tingkat harga fleksibilitas (Rp 4.440 per kg), apalagi dengan HPP Rp 3.700 per kg.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, petani tidak perlu khawatir harga bakal anjlok. Pemerintah melalui Perum Bulog menjamin bakal menyerap hasil panen petani. Dengan kondisi gudang yang sebagian besar masih kekurangan stok, Bulog bakal mengoptimalkan pengadaan dalam negeri.
Sampai 28 Februari 2018, realisasi pengadaan beras oleh Bulog mencapai 30.365 ton, sementara pengadaan dari luar negeri (impor) tercatat 261.000 ton.
Di Demak, Damin Hartono dari pengurus Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pedagang Beras Jawa Tengah mengemukakan, kebijakan Bulog Jateng yang mulai membuka gudang pengadaan di sentra-sentra beras melegakan pedagang beras. (MKN/NIK/WHO/EGI)