Menjaga Kesehatan
Utang luar negeri Indonesia per akhir 2017 sebesar 352,247 miliar dollar AS. Dengan nilai tukar pada Kamis (1/3) yang sebesar Rp 13.793 per dollar AS, utang itu setara dengan Rp 4.858 triliun.
Secara keseluruhan, utang luar negeri itu tumbuh 10,1 persen dalam setahun. Pada akhir 2016, utang luar negeri RI mencapai 320,006 miliar dollar AS. Setidaknya, sejak 2010, total utang luar negeri RI selalu meningkat.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai utang per akhir 2017 itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 180,622 miliar dollar AS serta utang swasta 171,625 miliar dollar AS. Sekitar 67 persen dari total utang luar negeri tersebut berupa dollar AS.
Sejauh ini, Bank Indonesia menilai perkembangan utang luar negeri RI relatif terkendali. Dalam keterangannya, BI menyebutkan, perkembangan utang ini sejalan dengan kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur dan kegiatan produktif lainnya.
Secara umum, ditilik dari jangka waktunya, BI menilai rasionya masih cukup baik. Utang pemerintah dan swasta yang jangka waktu sisanya setahun atau kurang, sebesar 54,756 miliar dollar AS. Nilai ini setara dengan 15 persen dari total utang luar negeri. Adapun yang waktu sisanya dalam jangka panjang sebesar 297,491 miliar dollar AS atau 85 persen dari total utang luar negeri.
Swasta
BI memang memantau kondisi utang luar negeri. Bahkan, BI menerbitkan aturan mengenai lindung nilai utang luar negeri. Aturan ini berlaku bagi perusahaan swasta dan BUMN. Lindung nilai untuk utang luar negeri ini untuk memitigasi risiko. Mitigasi risiko tak perlu menunggu kondisi memburuk, tetapi juga diperlukan dalam kondisi perekonomian makro yang baik.
Utang luar negeri swasta meningkat secara tahunan, setidaknya sejak 2010 hingga 2015. Pada 2016, nilai utang swasta turun dibandingkan dengan 2015. Akan tetapi, pada 2017, utang swasta kembali naik.
Menurut data BI, utang luar negeri swasta pada akhir tahun lalu, terutama pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sebesar 48,458 miliar dollar AS. Berikutnya, swasta yang bergerak pada industri pengolahan memiliki utang 36,151 miliar dollar AS serta sektor listrik, gas, dan air bersih dengan utang 24,432 miliar dollar AS. Setelah itu, sektor pertambangan dan penggalian dengan nilai 22,895 miliar dollar AS.
Utang swasta atau korporasi ini tak melulu berasal dari lembaga pemberi pinjaman, seperti bank. Namun, utang juga bisa berasal dari perusahaan induk dan perusahaan afiliasi. Perusahaan di dalam negeri yang memiliki induk di luar negeri, kendati pinjaman tersebut ada dalam satu korporasi besar yang sama, tetapi tetap dihitung sebagai utang.
Di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang mulai pulih, tetapi pemulihannya masih lambat ini, utang mesti dicermati. Meskipun perusahaan tentunya sudah memperhitungkan berbagai indikator dalam beberapa tahun mendatang, sebelum memutuskan untuk berutang.
Apalagi, jika korporasi yang mengajukan utang itu menjual produknya di dalam negeri. Dengan kata lain, korporasi itu memiliki pendapatan dalam rupiah. Kondisi lain, korporasi tersebut mengimpor bahan baku dan barang modalnya sehingga membutuhkan tambahan dollar AS selain untuk membayar utang.
Dalam penghitungan di atas kertas, ada ketidaksesuaian antara pendapatan dan pengeluaran. Selisih akibat ketidaksesuaian itu yang mesti dijaga dan diantisipasi.
Ketidaksesuaian tersebut, yang dipadukan dengan pergerakan nilai tukar, membuat lindung nilai terhadap utang luar negeri menjadi diperlukan. Dengan cara itu, perusahaan akan lebih tenang menjelang masa pembayaran utang dan bunga utang.
Contoh sederhana, jika nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah, dibutuhkan lebih banyak rupiah untuk membayar utang dollar AS. Dengan nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Rp 13.542 per dollar AS pada 2 Januari 2018, dibutuhkan Rp 13,542 juta untuk membayar utang 1.000 dollar AS. Namun, dengan kondisi nilai tukar Rp 13.793 per dollar AS pada 1 Maret 2018, diperlukan Rp 13,793 juta untuk membayar utang 1.000 dollar AS.
Tak ada salahnya tetap menjaga kesehatan utang luar negeri, baik utang pemerintah dan bank sentral maupun utang swasta. (Dewi Indriastuti)