Stabilitas Rupiah Dijaga
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, intervensi dilakukan karena nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di bawah nilai fundamen ekonomi domestik (undervalue). Dengan indikator ekonomi yang positif, seharusnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di kisaran Rp 13.200-Rp 13.300.
”Saat rupiah mengalami fluktuasi, BI selalu merespons dengan melakukan stabilisasi, misalnya di pasar valas dan pasar SBN,” kata Mirza di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta.
Namun, Mirza tidak dapat merinci apa saja upaya intervensi yang telah dilakukan. Menurut dia, semua hal terkait volume, strategi, dan waktu pelaksanaan intervensi adalah bagian dari strategi yang tidak dapat dipublikasikan.
Pelaku pasar, lanjut Mirza, telah dapat menyesuaikan diri terhadap arah kebijakan bank sentral AS sehingga tekanan terhadap rupiah dari eksternal mulai mereda. Pihaknya menegaskan bahwa volatilitas atau gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar AS murni terjadi akibat situasi global.
Pelemahan nilai tukar rupiah dimulai seusai pidato Gubernur The Fed Jerome Powell di depan Kongres AS yang memicu spekulasi dari para pelaku pasar. Di depan Kongres AS, Powell menyampaikan optimismenya terhadap pemulihan ekonomi AS sehingga perlu dilakukan langkah antisipasi dari sisi moneter melalui penyesuaian tingkat suku bunga (Kompas, Kamis, 1/3).
”Volatilitas rupiah terhadap dollar AS bukan sengaja dibuat untuk mendorong nilai ekspor. Sebelum pidato Gubernur The Fed, nilai tukar rupiah sebenarnya sudah undervalue, jadi buat apa BI membuatnya semakin undervalue,” ujarnya.
Sepanjang Februari 2018, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah 2,6 persen. Mirza mengatakan, hal ini merupakan fenomena global yang tidak hanya terjadi di Indonesia. Pelemahan terhadap dollar AS juga terjadi pada mata uang krona Swedia sebesar 4,9 persen, dollar Kanada (3,8 persen), dan dollar Australia (3,6 persen).
Mirza yakin, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bersifat sementara. Gejolak nilai tukar rupiah akan berakhir saat pasar global mulai dapat melakukan penyesuaian terhadap ekspektasi The Fed pada pertengahan Maret 2018.
Ekonom UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja memprediksi volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak akan terlalu liar setelah The Fed memastikan nilai kenaikan suku bunga acuan. Ketidakpastian investor di pasar modal yang tecermin dari aksi memindahkan modal setidaknya bisa berkurang.
”Untuk kondisi ini, saya tidak setuju jika dibilang pelemahan rupiah karena dari sisi internal memang tidak ada masalah dan memang dollar yang sedang menguat. Tentu saja ini masih bisa diantisipasi dengan baik,” kata Enrico.
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro menilai, rupiah memiliki potensi untuk menguat di tengah ketidakpastian pasar jelang keputusan nilai peningkatan suku bunga The Fed pada minggu ketiga Maret 2018. ”Syaratnya adalah BI getol lakukan intervensi terhadap penawaran dan permintaan pasar. Terlebih saat ini cadangan devisa tengah berada di rekor tertinggi, yakni 132,2 miliar dollar AS per Januari 2018,” ujar Andry.
Manajer Kantor Cabang Dua Sisi Money Changer Plaza Senayan Siti Nawang Sari mengatakan, saat dollar menguat terhadap rupiah pada Kamis lalu, aktivitas transaksi penjualan mata uang dollar di kantornya mengalami peningkatan hingga 50 persen dari hari-hari biasa.
Kondisi serupa juga terjadi di tempat penukaran uang Dolarasia Sejahtera Utama (DSU). Menurut Supervision Operasional DSU, Anis, total transaksi penjualan dollar yang terjadi di DSU tercatat mencapai 70.000 dollar AS. Lebih tinggi dari hari-hari biasa yang mencapai 50.000 dollar AS.
Perdagangan saham
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Februari hingga awal Maret juga turun. IHSG pada Jumat ditutup turun 23,73 poin atau 0,35 persen ke level 6.582 setelah bergerak di rentang level 6.561 hingga 6.597.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menilai, pelemahan IHSG sepanjang Februari lalu tidak berlangsung lama. Masuknya IHSG ke zona merah murni terjadi karena adanya persepsi dari perekonomian dunia, terutama AS. Kinerja para emiten di BEI justru menunjukkan sebaliknya.
Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS justru menjadi daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modal di BEI. ”Mekanisme pasar modal ini memang unik. Saat rupiah melemah, orang asing yang belum berinvestasi di Indonesia akan tertarik karena bagi mereka harga saham menjadi lebih murah,” ujar Tito.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menyatakan, perdagangan saham dipengaruhi oleh tingkat stabilitas inflasi domestik. Angka inflasi menjadi katalis positif terhadap pergerakan IHSG. ”Hal ini jadi gambaran fundamen ekonomi makro yang cenderung stabil,” ujar Nafan Aji. (DIM/DD10)