40 Tahun Jagorawi, 400.000 Kendaraan Per Hari
Pada 1969, menurut catatan Kompas, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Sutami telah mengusulkan kepada Presiden Soeharto agar pemerintah membangun jalan bypass Jakarta-Bogor (Jawa Barat). Saat itu, 9.000 kendaraan melintasi jalan penghubung Jakarta-Bogor per hari.
Dalam buku Sang Pelopor Jalan Tol: 40 Tahun Jasa Marga disebutkan, pada saat bersamaan, di Cibinong (Bogor) akan dibangun pabrik semen berkapasitas 1,2 juta ton per tahun yang didanai investor Amerika Serikat, Kaiser Cement. Karena lokasi pabrik jauh dari jalan arteri, mereka meminta Pemerintah Indonesia menyediakan akses yang memadai untuk menyalurkan produksi.
Dirancang sebagai jalan bebas hambatan yang menopang angkutan barang dan orang dalam jumlah besar dan kecepatan tinggi, pembangunan jalan itu memerlukan biaya sangat besar. Dengan panjang sekitar 50 kilometer (km) dan lebar dua kali 7 meter, proyek jalan bagi kendaraan bermotor ini diperkirakan berbiaya Rp 7,6 miliar.
Perwakilan Kaiser Cement, Nick P Petroff, membantu Pemerintah Indonesia melobi Pemerintah AS untuk mendapatkan pinjaman. Pinjaman diberikan melalui Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) sebesar 28,6 juta dollar AS dengan masa pengembalian 30 tahun dan bunga 3 persen. Harian Kompas, 28 Desember 1973, mencatat, Pemerintah Indonesia menganggarkan 10,3 juta dollar AS (30 persen) dan 22,8 juta dollar (70 persen) dari AS.
Pada 1974, pembangunan jalan dimulai, kontraktornya Hyundai Construction Co dari Korea Selatan, dengan konsultan supervisi Ammann-Whitney & Trans Asia Engineering Associates Inc dari AS.
Jalan baru itu tidak serta-merta disebut sebagai jalan tol. Waktu itu muncul gagasan untuk mengoperasikan dengan sistem tol sebagaimana dalam bahasa Inggris, yakni toll. Saat itu, bahasa Indonesia hanya mengenal kata retribusi, pajak, dan cukai. Frasa jalan tol mulai digunakan untuk menyebut jalan bebas hambatan.
Pada 9 Maret 1978, ruas jalan Jakarta (Cawang)-Cibinong sepanjang 27 km diresmikan Presiden Soeharto sebagai jalan tol pertama di Indonesia. Setahun kemudian, ruas Cibinong-Bogor dan Bogor-Ciawi pun diresmikan Presiden Soeharto. Untuk pelaksanaan operasionalnya dibentuk PT Jasa Marga (Persero) Cabang Jagorawi.
Puluhan kali
General Manager Tol Jagorawi Fitri Wiyanti mengatakan, dalam 40 tahun, lalu lintas kendaraan yang lewat tumbuh puluhan kali lipat. ”Tahun 1978, ketika dibuka, Jagorawi dilintasi 4.133 kendaraan per hari. Sekarang, dengan sistem transaksi terbuka, ada 407.232 kendaraan yang lewat per hari,” kata Fitri.
Pengguna Jalan Tol Jagorawi dari Jakarta menuju Ciawi akan disuguhi pemandangan Gunung Salak di kejauhan. Di sekitar tol telah berkembang kota baru, kawasan permukiman, dan industri. Sekitar 92 persen kendaraan yang lewat adalah kendaraan golongan I, termasuk bus dan kendaraan niaga. Sementara kendaraan truk yang lewat Tol Jagorawi didominasi kendaraan dari pabrik semen dan minuman dalam kemasan.
Di satu sisi Tol Jagorawi berdiri kaki-kaki beton dari proyek kereta ringan Jabodebek.
Menurut Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Herry Trisaputra Zuna, saat ini Tol Jagorawi sudah padat kendaraan. Oleh karena itu, perpindahan pengguna jalan ke kereta ringan tak perlu dikhawatirkan.
Berawal dari Jagorawi, dibangun ruas-ruas lain yang kini mencapai 51 ruas tol. Dari 59 km Tol Jagorawi, kini panjang jalan tol telah mencapai 1.200 km dan akan terus bertambah sampai 2019. Jalan tol berkembang menjadi salah satu urat nadi perekonomian Indonesia. (NORBERTUS ARYA DWIANGGA)