Momentum Industri Keuangan Syariah Tumbuh Lebih Cepat
JAKARTA, KOMPAS – Perkembangan pesat industri syariah di tingkat global dinilai menjadi peluang bagi industri keuangan syariah di tanah air. Meski pertumbuhan pasar keuangan syariah di Indonesia masih tergolong lambat, pemerintah tetap serius mendukung perkembangan industri keuangan syariah.
Pakar ekonomi Syariah dari International Islamic Insurance Society Muhammad Syakir Sula menilai, perkembangan keuangan syariah di Indonesia cenderung lambat disebabkan minimnya investasi.
Meski begitu, Syakir menilai, kebijakan Presiden Joko Widodo yang membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) tahun lalu, akan menggenjot pertumbuhan industri syariah di Indonesia mulai tahun ini.
“Satu-satunya lembaga syariah di dunia yang dipimpin oleh presiden hanya ada di Indonesia. Itu akan mendukung habis-habisan industri syariah. Saya yakin tahun depan syariah akan menggeliat karena akan digerakan dari istana. Pembiayaan akan diberikan langsung ke pesantren-pesantren dan unit mikro lainnya,” ujar Syakir saat menjadi pembicara dalam diskusi “Syariah Untuk Semua” yang diselenggarakan Prudential Indonesia di Jakarta, Rabu (7/3).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan, industri keuangan syariah dapat menjadi salah satu solusi utama pembiayaan pembangunan di Indonesia. Potensi itu ditandai dengan keberadaan 5.000 institusi keuangan syariah yang terdiri dari bank syariah, asuransi syariah, modal ventura syariah, dan bank perkreditan syariah. Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
Namun demikian, pasar keuangan syariah tanah air masih lebih kecil dibanding dengan negara lain yang mayoritas penduduknya muslim. Tahun 2016, aset perbankan syariah baru mencapai 5,3 persen dari total aset industri perbankan nasional. Capaian ini masih jauh di bawah negara-negara lain, seperti Arab Saudi 51,1 persen, Malaysia 23,8 persen dan Uni Emirat Arab 19,6 persen. (Kompas, 4/11 2017).
Padahal, pertumbuhan industri halal atau syariah di dunia tengah tumbuh pesat dari 3,8 triliun dollar AS pada 2015 yang diproyeksikan menjadi 6,3 triliun dollar AS pada 2021. (Kompas, 10/11 2017).
“Kalau di Malaysia pertumbuhan keuangan syariah mereka pesat karena pemerintahnya mendukung penuh. Semua pendanaan pemerintah masuk ke perbankan syariah, APBN di sana masuk ke perbankan syariah terlebih dahulu baru kemudian ke perbankan konvensional,” kata Syakir.
Geliat dunia
Direktur Syariah Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo mengatakan, di luar industri keuangan, berbagai industri berlabel syariah tengah berkembang pesat di berbagai belahan dunia. “Justru industri lain yang tergolong syariah pertumbuhannya lebih agresif. Itu karena industri syariah tidak hanya diperuntukan bagi muslim, melainkan juga non muslim,” kata Nini.
Nini mencontohkan, 30 persen industri pakaian di Indonesia merupakan industri pakaian muslim dengan nilai Rp 64 triliun. Bahkan, perusahaan pakaian olahraga dunia asal Amerika Nike juga telah menjual pakaian olahraga bernuansa hijab di 20 negara.
Pertumbuhan industri kosmetik syariah di Asia Pasifik juga meningkat pada 2017 dengan nilai Rp 17,3 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Industri wisata halal juga naik 12 persen di dunia dengan nilai pasar Rp 2.270 triliun.
Adapun industri makanan halal di dunia yang juga mengalami pertumbuhan sebesar 6 persen dengan nilai pasar Rp 16.723 triliun.
“Saya menilai ini saatnya untuk melakukan investasi syariah, karena ini tren dunia yang mengarah ke sana,” tutur Nini.
Nini juga menyampaikan, permintaan akan pasar keuangan syariah semakin besar. Hal itu berdasarkan survei yang dilakukan perusahaannya bekerja sama dengan lembaga survei McKinsey kepada 4.000 orang di 10 kota besar di Indonesia.
Dalam hasil survei tersebut, 40 persen responden menginginkan melakukan investasi asuransi dengan model syariah. Sebanyak 13 persen responden lainnya tidak mempermasalahkan investasi asuransi yang akan diikuti apakah bermodel syariah atau tidak.
“Jika dijumlahkan, peminat asuransi syariah bisa lebih banyak dibandingkan peminat asuransi konvensional,” kata Nini.
Pendidikan
Syakir menilai, sejauh ini kendala yang dihadapi masyarakat Indonesia terkait industri keuangan syariah yaitu pengetahuan investasi syariah. Masih banyak pihak yang menilai investasi syariah lebih rumit dibandingkan investasi konvensional.
“Dalam indusrti asuransi syariah misalnya, secara umum konsep asuransi syariah itu sama dengan yang konvensional. Hanya ada perbedaan sedikit misalnya hal-hal yang dilarang dalam agama Islam, misalnya riba,” tutur Syakir.
“Di industri keuangan syariah selain asuransi seperti perbankan, saya melihat justru di atas 50 persen nasabahnya merupakan pengusaha non muslim. Artinya syariah ini tidak tertutup hanya untuk umat muslim,” lanjut Syakir.
Ihwal kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam industri keuangan syariah yang dinilai perlu ditingkatkan, Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch menyampaikan, perusahaannya telah menyusun rencana pengembangan SDM yang paham akan syariah.
“Sampai tahun 2020 ada rencana pembangunan (SDM), setiap orang (karyawan) ada pelatihan khusus untuk syariah. Ini tidak gampang dan murah. Akan tetapi, kami melakukan untuk menghadapi segala kemungkinan ke depan, termasuk peluang dari menggeliatnya industri syariah di dunia,” tutur Reisch.