Manfaat bagi Masyarakat
Perkembangan teknologi finansial tidak bisa dibendung. Tinggal memastikan agar masyarakat memperoleh manfaat paling besar dengan kehadiran teknologi finansial.
Demikian pernyataan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, beberapa waktu lalu, saat ditanya tentang perkembangan teknologi finansial (tekfin).
Perkembangan digital yang sangat cepat di berbagai bidang membuat regulator mesti bersikap dengan bijak dan akomodatif. Apalagi, jika dihadapkan pada tujuan utama, yakni menjaga keamanan masyarakat sebagai konsumen. Masyarakat mesti dilindungi dari berbagai hal buruk yang mungkin terjadi. Salah satu caranya dengan menambah pengetahuan masyarakat agar memahami hal yang dihadapi itu.
Aplikasi pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi atau dikenal sebagai peer to peer lending merupakan salah satu model tekfin yang berkembang pesat. Diperkirakan, kemudahan memperoleh dana pinjaman merupakan salah satu faktor yang membuat pinjam-meminjam antarpihak berbasis teknologi ini melejit dengan cepat. Kesan yang ditimbulkan lembaga keuangan formal di mata pelaku usaha mikro dan kecil bahwa ”meminjam uang merepotkan, perlu waktu lama, dan persyaratan yang seabrek” seakan sirna dalam tekfin ini.
Diperkirakan, kemudahan memperoleh dana pinjaman merupakan salah satu faktor yang membuat pinjam-meminjam antarpihak berbasis teknologi ini melejit dengan cepat.
Di sisi lain, masyarakat memiliki peluang untuk berinvestasi dengan imbal hasil yang lumayan. Jika selama ini pemilik dana mendapatkan bunga sekitar 4-5 persen per tahun dengan menabung di bank, maka pemilik dana bisa memperoleh hingga tiga kali lipatnya jika menempatkan dana di tekfin pinjam-meminjam uang berbasis teknologi ini. Namun, mesti diingat, tetap ada risiko dana tak kembali karena pinjaman macet.
Tak perlu menunggu lama, anak-anak muda yang baru lulus kuliah, mulai bekerja, dan profesional muda, mulai menempatkan dana mereka pada pinjam-meminjam uang berbasis teknologi ini. Di Amartha, misalnya, kelompok ini menempatkan dana atau berinvestasi setidaknya Rp 3 juta per orang. Adapun di Modalku, sekitar 40 persen pemilik dana merupakan generasi milenial yang lahir pada 1980-1999. Pada pemilik dana ini beralasan, mereka bisa berinvestasi dengan imbal hasil lumayan, sekaligus berpartisipasi secara langsung melalui pemberian pinjaman kepada pelaku usaha yang membutuhkan.
Fakta ini ada di depan mata. Bagi perbankan, mestinya tekfin bisa memacu industri keuangan ini untuk berbenah dan bergegas. Sistem yang digunakan tekfin membuat proses pengajuan hingga penyaluran pinjaman dana bisa dilakukan dengan lebih cepat. Tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian, industri keuangan juga mesti mempertimbangkan kenyamanan nasabah. Sebab, bagi pelaku usaha, proses pinjam-meminjam yang cepat akan semakin memudahkan usaha mereka.
Kemudahan bagi masyarakat ini tecermin dari peningkatan aplikasi pinjam-meminjam berbasis teknologi. Saat ini, sebanyak 36 perusahaan sudah terdaftar, 42 dalam proses pendaftaran, dan 42 berminat mendaftar. Dari jumlah perusahaan yang sudah terdaftar di OJK itu, sebanyak 34 di antaranya berdomisili di Jabodetabek, 1 di Surabaya (Jawa Timur), dan 1 di Ternate (Maluku Utara).
Nilai pinjamannya per akhir Januari 2018 sebesar Rp 3 triliun, meningkat 17,11 persen sejak awal 2018. Adapun jumlah peminjam per akhir Januari 2018 sebanyak 330.154 orang dan pemberi pinjaman 115.897 orang. Pinjaman melalui aplikasi tekfin ini memiliki nilai terendah Rp 210.000, sedangkan rata-rata pinjaman yang disalurkan Rp 88,46 juta.
Regulator memiliki tugas tak ringan untuk mengikuti perkembangan teknologi dalam dunia keuangan. Namun, prinsip yang diusung tetap sama, yakni melindungi masyarakat. Salah satu caranya, melalui penyebaran informasi dan literasi keuangan agar masyarakat memahami tekfin yang kian marak beserta risikonya. (Dewi Indriastuti)