JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menjanjikan percepatan proses sertifikasi usaha budidaya ikan, khususnya bagi komoditas ekspor. Penyatuan sertifikasi perikanan budidaya ke dalam Indonesian Good Aquaculture Practises kini sedang disiapkan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto di Jakarta, akhir pekan lalu, mengemukakan, percepatan dilakukan dengan menjemput bola unit-unit usaha perikanan budidaya yang siap disertifikasi. Selain itu, melimpahkan kewenangan sertifikasi kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi di seluruh Indonesia.
Hal itu disampaikan untuk menanggapi kekhawatiran pelaku usaha terhadap tuntutan pasar global, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap produk perikanan yang bersertifikasi. Padahal, belum banyak usaha perikanan yang mengantongi sertifikasi cara pembenihan ikan yang baik (CPIB) dan sertifikasi cara budidaya ikan yang baik (CBIB).
Slamet menambahkan, pasar ekspor udang tidak terbatas ke AS dan Uni Eropa. Pemerintah tengah menjajaki ekspansi pasar ekspor lain, misalnya ke Timur tengah, China, dan Rusia.
Hingga 2017, unit usaha budidaya yang tersertifikasi mencapai 8.792 unit. Tahun ini, total anggaran yang disiapkan Rp 3,1 miliar untuk sertifikasi CPIB dan CBIB. ”Anggaran (sertifikasi) ini lebih banyak dialokasikan melalui dekonsentrasi sehingga seluruh provinsi dapat melakukan proses sertifikasi sekaligus pengawasan ke unit-unit usaha budidaya,” ujar Slamet.
Insentif harga
Slamet mengatakan, pihaknya membuka kemungkinan untuk melibatkan unit pengolahan ikan (UPI) dalam proses sertifikasi. Dengan demikian, ada imbal hasil yang positif antara pembudidaya dan UPI. Pihaknya meminta UPI memberikan insentif khusus bagi pembudidaya yang telah konsisten menerapkan CBIB. Hal ini penting sehingga pembudidaya mendapat nilai tambah atas hasil produksi yang tersertifikasi.
”UPI juga mestinya memberikan insentif khusus, seperti pembelian produk yang tersertifikasi CBIB dengan selisih harga lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak tersertifikasi. Ini untuk memicu tanggung jawab pembudidaya supaya konsisten menerapkan CBIB,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo mengemukakan, bentuk insentif ke pembudidaya yang telah mengantongi sertifikasi bisa beragam, tidak harus berupa kenaikan harga. ”Ini tergantung UPI masing-masing, bisa harganya dinaikkan, bisa juga UPI memprioritaskan untuk membeli bahan baku dari tambak yang bersertifikat CBIB,” ujarnya.
Pemerintah, kata Budhi, sudah memiliki aturan yang meminta UPI untuk membeli bahan baku dari pembudidaya yang mempunyai sertifikat CBIB. (LKT)