JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah dibandingkan dollar AS menguat setelah lebih dari sebulan terus melemah. Penguatan ini disebabkan pasar domestik merespons positif perkembangan ekonomi dan politik global dalam beberapa hari terakhir.
Mengutip kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), pada Selasa (13/3), kurs rupiah terhadap dollar AS berada pada posisi Rp 13.757 menguat dibandingkan Senin di posisi Rp 13.768. Tren penguatan itu terjadi setelah kurs menyentuh titik terlemah pada Jumat sebesar Rp 13.794.
Chief Market Strategist FXTM Hussein Sayed menjelaskan, penguatan rupiah terjadi karena perkembangan politik dan ekonomi global membaik. Hal ini direspons positif oleh pasar.
”Kurs rupiah menguat karena perhitungan risiko sesuai selera pasar. Artinya, perkembangan global sesuai dengan yang diharapkan pasar,” ujar Hussein dalam siaran persnya, Selasa (13/3).
Ia menjelaskan, laporan tenaga kerja AS pada Jumat pekan lalu menyebutkan terjadi peningkatan lapangan kerja sebanyak 313.000 orang lebih tinggi daripada ekspektasi survei Reuters di angka 300.000.
Dengan serapan pekerjaan yang tinggi ini, para pemberi kerja tidak bisa memberikan upah tinggi. Pemberi kerja di AS hanya memberikan kenaikan upah rata-rata 0,1 persen per jam saja bagi pekerja di AS.
Dengan data ini, menurut FXTM, bank sentral AS, The Federal Reserves, memiliki peluang hanya menaikkan suku bunga tiga kali sepanjang tahun ini, bukan empat kali seperti yang diprediksi sebelumnya.
”Peningkatan upah yang tidak terlalu besar menandakan Fed masih tetap memiliki ’keleluasaan’ di pasar tenaga kerja sehingga masih ada jalan bagi Fed untuk melaksanakan tiga kenaikan suku bunga pada tahun 2018, bukan empat,” ujar Hussein.
Pasar Indonesia berharap kenaikan suku bunga The Fed tidak perlu terlalu tinggi. Sebab, semakin banyak dan makin tinggi The Fed menaikkan suku bunga, makin besar dana asing yang akan keluar dari Indonesia (capital outflow).
Saat dana asing keluar, pasokan dollar AS menurun, sedangkan permintaan tetap mengakibatkan kurs rupiah terhadap dollar AS melemah.
Data ekonomi AS pekan, lanjut Hussein, akan sangat menarik perhatian, terutama Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari yang akan dirilis beberapa hari sebelum rapat Fed pekan depan. Harga konsumen diprediksi mereda bulan lalu setelah meningkat 0,5 persen pada Januari, tetapi IHK umum tetap diprediksi meningkat 2,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,1 persen.
”Investor akan lebih memperhatikan IHK inti yang apabila tetap stabil di 1,8 persen tidak ada alasan untuk menduga bahwa Fed akan mengambil posisi agresif di rapat berikutnya,” ujar Hussein.
Selain itu, perkembangan politik global juga sesuai dengan harapan pasar. Pada Jumat pekan lalu, Pemerintah AS memberikan pengecualian pengenaan tarif impor baja dan aluminiun yang masuk ke AS.
”Hal ini mengindikasikan perang perdagangan belum akan terjadi,” ujar Hussein.
Menteri Perdagangan China Zhong Shan pun mengatakan, China tidak ingin perang perdagangan terjadi. Zhong juga memperingatkan bahwa perang perdagangan dengan AS hanya akan membawa bencana bagi ekonomi dunia.
”Hal ini sesuai dengan selera pasar,” ujar Hussein.