JAKARTA, KOMPAS — Kekurangan cadangan beras pemerintah yang disimpan di Perum Bulog sedikitnya mencapai 27.888 ton. Hal ini karena stok yang ada tak cukup untuk memenuhi kebutuhan operasi pasar, bantuan kemanusiaan, dan bantuan bencana alam.
Sampai Rabu (14/3), realisasi operasi pasar dengan cadangan beras pemerintah telah mencapai 265.180 ton. Saat realisasi operasi pasar baru 260.692 ton, Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR, Selasa(13/3), menyebutkan, stok cadangan beras pemerintah telah minus 27.888 ton.
Sejumlah pengamat telah memperkirakan sebelumnya sebab stok cadangan beras pemerintah yang disiapkan relatif kecil, yakni kurang dari 300.000 ton. Realisasi pengadaan beras oleh Perum Bulog relatif kecil tahun lalu, yakni 2,16 juta ton dari target 3,74 juta ton, terutama akibat tingginya harga gabah/beras di pasaran.
Harga beras melonjak awal tahun ini. Operasi pasar beras yang telah digelar sejak Oktober 2017 pun diperluas dan ditambah pemerintah agar harga beras teredam. Namun, stok cadangan beras pemerintah terbatas dan Perum Bulog masih ditugaskan untuk menggelontor pasar. Cadangan beras pemerintah pun akhirnya minus dan Perum Bulog menggelontorkan beras noncadangan untuk operasi pasar. Intervensi harga oleh pemerintah melalui operasi pasar semestinya dengan cadangan beras itu.
Seusai mengikuti rapat dengan Komisi IV DPR, Kamis (14/3), Djarot menyatakan, pihaknya masih menunggu pencairan anggaran sebesar Rp 2,5 triliun tahun ini untuk pengadaan cadangan beras. Dengan demikian, pemerintah bisa segera menutup kekurangan cadangan beras itu.
Akan tetapi, di luar cadangan beras yang minus, stok beras Perum Bulog diklaim aman. Djarot menyatakan, stok beras yang ada di gudang sekitar 650.000 ton, terdiri dari beras kualitas medium dan premium, termasuk di antaranya beras subsidi untuk program beras keluarga sejahtera (rastra) dan beras komersial milik Perum Bulog.