JAKARTA, KOMPAS - Porsi pembiayaan pemerintah di fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP tahun ini sebesar 90 persen, sedangkan 10 persen sisanya oleh perbankan. Namun, porsi tersebut bisa berubah karena bank penyalur FLPP dapat memanfaatkan dana yang disediakan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero).
Sebagaimana tahun lalu, porsi pembiayaan pemerintah tahun ini ditetapkan sebesar 90 persen. Adapun 10 persen dari perbankan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Rabu (14/3) di Jakarta menjelaskan, pemerintah berencana menurunkan porsi pembiayaan pemerintah di FLPP tahun lalu supaya semakin banyak rumah bersubsidi yang dapat dibiayai.
Anggaran yang disiapkan untuk FLPP tahun 2018 Rp 4,5 triliun dengan target 42.000 unit rumah. Jumlah itu terdiri dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 Rp 2,2 triliun dan Rp 2,3 triliun dari pengembalian pokok.
Namun, porsi tersebut masih bisa berubah sehingga jumlah rumah yang dibiayai pun bisa bertambah. Hal itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan dana yang tersedia di Sarana Multigriya Finansial (SMF). Dana tersebut dapat membantu mengurangi porsi pembiayaan dari bank dan pemerintah.
”Porsi pemerintah masih 90 persen, tetapi setiap bank terbuka peluang untuk memanfaatkan dana SMF. Jadi sifatnya bisnis ke bisnis,” ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Lana Winayanti.
Direktur Utama SMF Ananta Wiyogo mengatakan, tantangan bank penyalur FLPP adalah sumber pendanaan jangka panjang dengan bunga kompetitif. Sebab, yang harus dibiayai oleh perbankan adalah kredit pemilikan rumah dengan tenor sampai 20 tahun dan bunga yang ditetapkan sebesar 5 persen.
Penyertaan modal negara yang diterima SMF tahun lalu sebesar Rp 1 triliun dicampur dengan dana yang mereka kelola sehingga dapat menghasilkan dana murah. Adapun hingga Desember 2017, SMF menyalurkan dana sebesar Rp 35,7 triliun.