Insentif untuk mendorong investasi di Indonesia sejatinya berlapis dan beragam. Persoalannya, banyak di antaranya yang ”sepi pembeli” alias tidak laku.
Insentif paling populer, misalnya, pembebasan pajak pada periode tertentu (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance). Sejak pertama kali diterbitkan aturannya pada 2011 hingga sekarang, tak banyak pengusaha yang memanfaatkan kedua insentif tersebut. Tax allowance hanya dimanfaatkan 137 wajib pajak. Sementara tax holiday hanya dimanfaatkan lebih sedikit lagi wajib pajak, yakni hanya 5!
Hal ini bisa diartikan, skema insentif tidak cocok dengan situasi dan atau kebutuhan pelaku usaha. Sebagaimana disampaikan pelaku usaha, kriteria insentif tersebut tidak akomodatif atau sulit dipenuhi pelaku usaha.
Catatan lain, insentif acap kali luput membidik bidang usaha yang penting bagi perekonomian nasional. Contohnya, beberapa bidang usaha berorientasi ekspor.
Untuk itu, pemerintah berkomitmen mereformulasi insentif yang kurang efektif tersebut. Saat ini, pembahasannya sudah dalam tahap finalisasi. Presiden Joko Widodo sedianya akan mengumumkan hasil finalnya pada akhir Maret ini.
Insentif tax allowance diatur dalam peraturan pemerintah. Sejak diterbitkan pertama kali pada 2011, pemerintah telah merelaksasinya tiga kali. Terakhir kali, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha dan/atau di Daerah-daerah Tertentu.
Dalam aturan baru, pemerintah menjanjikan skema tax allowance jauh lebih sederhana. Soal cakupan kelompok bidang usaha yang bisa mendapatkan fasilitas, rapat koordinasi lintas kementerian masih akan digelar satu putaran lagi. Ketentuan yang berlaku saat ini mencakup 74 bidang usaha.
Sementara tax holiday diatur dalam peraturan menteri keuangan (PMK). Sejak diterbitkan pertama kali pada 2011, relaksasi telah dilakukan sekali. Terakhir kali, melalui PMK Nomor 159 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan PPh Badan.
Salah satu reformulasi yang akan dilakukan adalah pada tingkat pengurangan PPh badan. Dalam aturan yang berlaku selama ini, pengurangannya berkisar 10-100 persen. Adapun pada aturan baru, pengurangan 100 persen untuk semua.
Reformulasi lainnya menyangkut kriteria nilai investasi minimal. Pada aturan lama, industri yang dapat mengajukan fasilitas tax holiday adalah usaha dengan investasi minimal Rp 1 triliun. Khusus industri pionir, batasannya Rp 500 miliar.
Dalam aturan baru, kriteria nilai investasi minimal dibuat sama semuanya, yakni Rp 500 miliar. Adapun soal kriteria industri yang bisa mengajukan permohonan, pemerintah masih akan membahasnya dalam dua pekan ke depan.
Pada saat yang sama, pemerintah akan menurunkan tarif PPh usaha kecil dan menengah, dari 1 persen ke 0,5 persen terhadap omzet setahun. Pemerintah juga akan memberikan insentif untuk mendorong riset, penelitian, dan pelatihan. Bentuknya lebih-kurang berupa penggandaan biaya riset, penelitian, dan pelatihan, sebagai pengurang pendapatan bruto.
Relaksasi kali ini akan menjadi pembuktian, apakah pemerintah belajar dari kesalahan lama atau tidak. Indikatornya sederhana, yakni insentif tersebut laku atau tidak.
Pada 2017 terdapat 1.054 proyek baru senilai 42,6 miliar dollar AS yang izin prinsipnya telah diajukan investor. Dibandingkan dengan 2016, terjadi peningkatan rencana investasi sebesar 23 persen. Separuhnya didominasi sektor industri, yakni 256 proyek senilai 21,6 miliar dollar AS.
Insentif fiskal bukan satu-satunya faktor penentu realisasi investasi. Ada faktor lain, seperti kemudahan perizinan, kemudahan membayar pajak, pembebasan lahan, dan kepastian hukum. Masih banyak persoalan yang butuh penyelesaian simultan. Namun, setidaknya, pelaku usaha bisa berharap akan mendengar kabar baik di akhir Maret ini. (FX LAKSANA AS)