JAKARTA, KOMPAS - Pemenuhan kebutuhan papan atau rumah di Indonesia memerlukan strategi jangka panjang. Indikator keberhasilannya adalah mengurangi angka kekurangan rumah atau backlog.
”Ada negara yang sudah menemukan strategi perumahan, ada negara yang masih terus mencari strategi perumahan yang sesuai. Kita termasuk yang kedua dan masih mencari terus. Perlu dibangun sistem yang efisien, berkelanjutan, dan bisa diterapkan,” kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi, dalam dialog nasional yang diselenggarakan Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia, Kamis (15/3), di Jakarta.
Ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Pertama adalah persoalan lahan yang sangat mahal dan sulit dicari lagi di perkotaan sehingga menyulitkan penyediaan rumah bagi masyarakat kecil. Kedua adalah pembiayaan. Anggaran pemerintah sangat kecil atau paling besar hanya memenuhi 20 persen kebutuhan. Kerja sama pemerintah dan badan usaha atau kerja sama badan usaha milik negara dengan swasta bisa menjadi solusi.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengungkapkan, dari total aduan ke YLKI, sekitar 9 persen terkait perumahan. Pengaduan terkait dengan pengembang yang ingkar janji melakukan serah terima unit hunian, hingga perselisihan antara penghuni dengan pengelola properti.
Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Bidang Perbankan Umar Husein mengatakan, pihaknya mengapresiasi pemerintah yang mulai meregistrasi pengembang dan asosiasinya.
Direktur PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk R Mahelan Prabantarikso mengatakan, angka kekurangan rumah pada 2015 mencapai 11,4 juta dengan 90 persen yang butuh, merupakan masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 7 juta per bulan.
Direktur Rumah Umum dan Komersial Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Dadang Rukmana mengatakan, tahun ini pemerintah menyediakan bantuan prasarana, sarana, dan utilitas untuk 27.500 unit dengan dana sekitar Rp 171 miliar. Jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya bagi 17.500 unit.