Perluasan Bantuan Pangan Nontunai Mundur
JAKARTA, KOMPAS — Perluasan bantuan pangan nontunai mundur dari rencana semula, yakni Februari 2018. Kemunduran rencana itu antara lain karena menunggu verifikasi data serta kesiapan bank dan warung penyalur.
Namun, pemerintah berupaya menambah 2 juta keluarga penerima manfaat di 24 kota dalam waktu dekat.
Semula, jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan pangan nontunai (BPNT) ditargetkan bertambah dari 1,28 juta menjadi 3,94 juta KPM pada Februari, kemudian menjadi 7,29 juta KPM pada Maret, dan 10,08 juta KPM pada Agustus 2018. Namun, sampai bulan ini jumlah KPM masih sama dengan tahun lalu.
Kepala Subdirektorat Bantuan Stimulan Kementerian Sosial Etty Rahmiati, Jumat (23/3/2018), menyebutkan, sejauh ini BPNT masih menjangkau 1,28 juta KPM yang tersebar di 44 kota. ”Perluasannya masih dalam proses pembahasan,” ujarnya.
Sebelumnya, seusai menutup Jakarta Food Security Summit di Jakarta Convention Center, Jumat (9/3/2018), Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyatakan, jumlah penerima bantuan selama Januari-Maret 2018 masih tetap 1,28 juta KPM. Pihaknya akan melihat lagi untuk memastikan kapan perluasan akan dilakukan tahun ini.
Penundaan perluasan BPNT berdampak pada penambahan jumlah beras yang mesti disalurkan Bulog. Perluasan BPNT berarti pengurangan alokasi penerima beras keluarga sejahtera (rastra) yang selama ini menjadi domain Bulog.
Dengan penundaan perluasan itu, Bulog harus menyalurkan bantuan sosial rastra untuk 14,2 juta keluarga selama Januari-Maret, bukan 11,5 juta keluarga pada Februari dan 8,2 juta keluarga pada Maret sebagaimana rencana semula.
Akan tetapi, pemerintah memastikan seluruh keluarga yang sebelumnya mendapat rastra tetap mendapatkan haknya. Stok beras Bulog pun diklaim cukup. ”Yang pasti, keluarga penerima manfaat tetap mendapatkan haknya, (stok beras) Bulog siap,” kata Puan.
Harga beras
Perubahan model penyaluran bantuan dari natura ke nontunai diharapkan memberi pilihan lebih luas kepada KPM. Selain itu, bantuan diharapkan lebih tepat sasaran, transparan, serta meningkatkan akses masyarakat penerima ke layanan keuangan.
Pola BPNT juga diharapkan menumbuhkan perekonomian daerah melalui pemanfaatan kios atau warung eceran sebagai agen penyalur.
Kepala Kelompok Kerja Kebijakan Bantuan Sosial Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sri Kusumastuti Rahayu menambahkan, selama proses persiapan perluasan, seluruh keluarga sasaran tetap mendapat bantuan sosial (bansos) rastra 10 kilogram per keluarga per bulan. Berbeda dengan rastra yang mesti ditebus Rp 1.600 per kilogram, bansos rastra dibagikan secara gratis.
Sayangnya, realisasi penyaluran bansos rastra molor. Bansos rastra semestinya disalurkan sejak Januari, tetapi baru direalisasikan pada pekan pertama dan kedua Maret. Kondisi itu dinilai turut berperan menahan harga beras tetap tinggi.
Menurut anggota Kelompok Kerja Dewan Ketahanan Pangan, Khudori, penyaluran rastra—yang sebelumnya bernama raskin—terbukti meredam harga beras sekaligus inflasi. Keterlambatan penyalurannya menyebabkan keluarga penerima membeli beras di pasar. Situasi ini membuat permintaan dan harga beras tinggi.
Sampai dengan Rabu (21/3/2018), rata-rata harga beras nasional, sebagaimana data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, Rp 11.900 per kilogram. Sementara di tingkat grosir di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Jumat, harga rata-rata Rp 10.893 per kilogram.
Kendati cenderung turun dalam dua bulan terakhir, harga beras di pasar masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga eceran tertinggi beras medium yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.450-Rp 10.250 per kilogram.
Menurut Kementerian Pertanian, luas panen mencapai puncaknya pada bulan ini dengan perkiraan luas 2,25 juta hektar.