JAKARTA, KOMPAS — Perhatian elite politik, ekonom, dan masyarakat terhadap utang sangat berguna untuk menjaga kewaspadaan. Dengan cara itu, krisis utang sebagaimana yang dikhawatirkan tidak jadi kenyataan.
Namun, semua pihak perlu mendudukkan utang secara utuh agar masyarakat dan elite politik tidak terjangkit kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif.
”Kecuali kalau memang tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan, dan menjadi panik, untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti ini sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Keterangan itu disampaikan Sri Mulyani menanggapi maraknya kritik atas penarikan utang pemerintah melalui pesan Whatsapp dari Los Angeles, Amerika Serikat, kepada Kompas, Jumat (23/3/2018).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, utang pemerintah pusat Rp 3.938,7 triliun per Desember 2017.
Utang, menurut Sri Mulyani, adalah salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Utang bukan merupakan tujuan dan bukan satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian. Dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan pemerintah, banyak komponen lain selain utang yang juga harus diperhatikan agar pemahaman menjadi lengkap dan proporsional.
Ia mencontohkan aset negara sebagai akumulasi hasil belanja pemerintah pada masa-masa sebelumnya. Revaluasi terhadap sekitar 40 persen dari total aset negara pada 2017 menunjukkan nilai aset meningkat 239 persen, dari Rp 781 triliun menjadi Rp 2.648 triliun. Peningkatan kekayaan negara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat masalah utang. Sebab, kekayaan negara merupakan pemupukan aset setiap tahun, termasuk yang berasal dari utang.
Dalam melihat utang, lanjut Sri Mulyani, perlu melihat keseluruhan APBN dan perekonomian. Jika diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap produk domestik bruto, defisit APBN dan posisi utang pemerintah terus dikendalikan, jauh di bawah ketentuan Undang-Undang tentang Keuangan Negara.
Sri Mulyani menegaskan, pemerintah selalu mengelola keuangan negara, termasuk utang, dengan disiplin dan hati-hati. Konsistensi ini telah menghasilkan kepercayaan yang makin kuat terhadap APBN dan perekonomian RI.
Selain utang, instrumen lain yang sangat penting dalam mengelola perekonomian adalah pajak, cukai, penerimaan negara bukan pajak, serta instrumen belanja dan alokasinya. Ada pula kebijakan perdagangan, investasi, ketenagakerjaan, pendidikan dan kesehatan, serta desentralisasi dan transfer ke daerah.
Anggota Komisi XI dari Partai Persatuan Pembangunan, M Romahurmuziy, menyatakan, utang di era Presiden Joko Widodo dikelola secara profesional dan hati-hati. Hal ini tecermian dari berbagai indikator. Dengan demikian, pengelolaan utang oleh pemerintah masih dalam jalur yang aman.