JAKARTA, KOMPAS — Koreksi indeks harga saham gabungan atau IHSG dinilai masih wajar. Pelemahan harga saham Indonesia relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain di pasar saham global, seperti Amerika Serikat, Jepang, China, dan wilayah Eropa.
IHSG pada Senin (26/3/2018) ditutup turun 10,52 poin atau 0,17 persen ke level 6.200 setelah bergerak di rentang level 6.167 hingga 6.205.
Dari awal tahun hingga kemarin, IHSG melemah 2,45 persen. Di ASEAN, pelemahan lebih dalam dialami bursa saham Filipina, yakni 7,31 persen.
Analis riset senior Kresna Sekuritas, Franky Rivan, mengatakan, koreksi IHSG dalam sebulan terakhir masih wajar. Penurunan harga saham di Indonesia tidak setajam indeks di bursa saham negara-negara lain di pasar global, seperti AS, Jepang, China, dan wilayah Eropa.
Sejumlah analis memperkirakan harga saham membaik pekan ini. Menurut Franky, IHSG optimistis menguat. Kondisi tersebut didorong perekonomian nasional dan kinerja emiten yang positif.
Sejauh ini, pelemahan IHSG terjadi karena persepsi perekonomian global, terutama kekhawatiran mengenai perang dagang AS dan China.
Persepsi perekonomian global mendorong sejumlah investor mengalihkan aset mereka dari pasar modal ke pasar obligasi, emas, atau yen Jepang.
Pekan lalu, investor asing sudah melepaskan saham mereka senilai Rp 3,55 triliun. Secara keseluruhan, dalam satu bulan terakhir, penjualan bersih investor asing mencapai Rp 13,85 triliun.
Politik tak berpengaruh
Secara terpisah, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan, konstelasi politik dalam negeri tidak memengaruhi pasar modal Indonesia. Pertumbuhan laba 33 emiten dari 45 emiten yang telah melaporkan kinerja keuangan ke BEI rata-rata naik 21 persen. Adapun kapitalisasi pasar tahun ini ditargetkan tumbuh 20-25 persen.
”Kondisi bahaya justru ketika kinerja emiten dan IHSG sama-sama lemah sehingga terjadi krisis seperti tahun 1988,” kata Tito.
Pelemahan terjadi di sejumlah bursa saham di wilayah Asia. Untuk menarik investor domestik, BEI membuka 346 galeri investasi dan menggandeng 390 komunitas investor muda. BEI juga berupaya mempercepat transaksi jual beli saham di pasar modal, dari tiga hari menjadi dua hari.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin sebesar Rp 13.776 per dollar AS. Nilai tukar ini menguat dari Jumat (23/3) yang sebesar Rp 13.780 per dollar AS.
Sementara itu, Chief Executive Officer Citibank NA Indonesia Batara Sianturi mengatakan, gejolak pasar keuangan global hanya akan berlangsung sementara. Kendati tidak terlalu signifikan, dampaknya terhadap kinerja Citibank Indonesia tetap terjadi, yakni pada pasar saham dan obligasi.
Pada Januari 2018, obligasi yang dikelola Citibank positif Rp 33 triliun, tetapi pada Februari dan Maret masing-masing negatif Rp 21 triliun dan negatif Rp 6 triliun. Secara keseluruhan, Januari-Maret 2018, masih positif.
”Dari sisi ekuitas di pasar saham, kinerja Januari-Maret menurun atau negatif. Pada Januari positif 130 juta dollar AS, Februari negatif 750 juta dollar AS, dan Maret negatif 800 juta dollar AS,” katanya.
Menurut Batara, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga sangat berpengaruh. Pengaruhnya pada besaran dana yang keluar dari pasar saham dan penjualan obligasi.