JAKARTA, KOMPAS--Bank Indonesia tidak cukup hanya menjalankan fungsi strategisnya dengan cara-cara reaktif. Apalagi, risiko perdagangan dunia yang melambat akan membuat persoalan klasik bagi Indonesia, yakni ketergantungan pada dana-dana asing, kian pelik.
Demikian antara lain catatan narasumber yang disampaikan dalam rapat Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (26/3). Rapat itu bertujuan menyerap masukan terkait pemilihan calon Deputi Gubernur Bank Indonesia dan calon Gubernur BI.
Uji kepatutan dan kelayakan calon Deputi Gubernur BI berlangsung hari Selasa (27/3) ini, sedangkan uji untuk calon Gubernur BI berlangsung Rabu (28/3) besok.
Narasumber yang hadir di Komisi XI adalah dosen Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko, Menteri Keuangan (12 Juni 2001-9 Agustus 2001) Rizal Ramli, dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Perbankan Sigit Pramono.
Prasetyantoko berpendapat, tugas BI sebagaimana amanat undang-undang, yakni menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, lebih banyak dilakukan di permukaan. Sementara, dinamika naik atau turunnya nilai tukar adalah dinamika di bawah permukaan.
Menurut Prasetyantoko, BI mesti melihat persoalan di bawah permukaan, yakni ketergantungan perekonomian nasional terhadap dana-dana asing. Hal ini merupakan persoalan struktural dan klasik yang tidak saja masih akan terjadi, tetapi berisiko kian pelik dengan adanya ketidakseimbangan baru di perekonomian global.
Ketidakseimbangan itu adalah kompetisi Amerika Serikat (AS) dan China yang mengarah ke perang dagang.
Sementara, Rizal menekankan pentingnya BI menjalankan misi pemerataan ekonomi. Hal ini bisa dilakukan setidaknya dengan menurunkan suku bunga kredit untuk menggerakkan perekonomian sektor riil. Selain itu, meningkatkan penyaluran kredit murah ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sigit menekankan pentingnya BI untuk ikut membantu mengembalikan surplus transaksi berjalan. Surplus transaksi berjalan terakhir terjadi pada 2011. Selanjutnya, transaksi berjalan terus-menerus defisit.
”Selama tidak bisa mengurangi defisit transaksi berjalan, rupiah akan selalu rentan dan mudah sekali melemah,” kata Sigit.