JAKARTA, KOMPAS — Mandat Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara stabilitas rupiah. Dengan demikian, Bank Indonesia akan menjaga tingkat inflasi rendah dan stabil. Bank Indonesia juga menjaga agar nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain dalam kondisi normal, sekaligus mencerminkan fundamen perekonomian Indonesia.
”Itu adalah yang utama,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo di Jakarta, Rabu (28/3/2018).
Penegasan itu disampaikan Agus terkait tantangan yang dihadapi BI dalam lima tahun mendatang.
Kemarin, Komisi XI DPR memilih Perry Warjiyo secara aklamasi sebagai Gubernur BI periode 2018-2023. Perry akan menggantikan Agus yang masa jabatannya sebagai Gubernur BI berakhir pada Mei 2018.
Namun, lanjut Agus, BI juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan untuk meyakinkan bahwa makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan nasional terjaga.
”Kita merespons dengan kebijakan terpadu sehingga kebijakan moneter, termasuk makroprudensial dan sistem pembayaran, selaras dengan kebijakan fiskal dan mikroprudensial. Hal ini terus dijalankan supaya menjadi dasar pertumbuhan ekonomi lebih baik,” tutur Agus.
Selama tiga tahun terakhir, menurut Agus, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik meskipun lajunya lambat. Untuk bisa mencapai pertumbuhan yang lebih cepat, Indonesia perlu menyelesaikan tantangan struktural, yakni infrastruktur, kelembagaan, sumber daya manusia, dan inovasi.
Ia melanjutkan, hilirisasi juga harus ditingkatkan agar industri nasional tidak melulu mengekspor bahan mentah. Indonesia juga perlu membangun industri yang memproduksi bahan baku dan bahan penolong yang selama ini banyak diimpor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor RI pada Januari-Februari 2018 sebesar 29,522 miliar dollar AS. Impor tersebut didominasi bahan baku dan penolong yang sekitar 74,67 persen dari total impor. Adapun impor barang modal sekitar 16,03 persen dari total impor, sedangkan impor barang konsumsi sekitar 9,3 persen.
Syarat
Secara terpisah, ekonom Bank Permata, Josua Pardede, berpendapat, Gubernur BI dapat tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Sebab, kedua hal itu merupakan syarat utama dari penciptaan pemulihan ekonomi berkelanjutan.
Selain itu, bauran kebijakan BI berupa kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, serta kebijakan sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah perlu diperkuat. Penguatan ini untuk mendukung peningkatan efisiensi dan produktivitas sehingga pemulihan ekonomi dapat segera ditransformasikan menjadi pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.
”Tantangan global masih mengemuka, seperti normalisasi kebijakan moneter bank sentral negara maju, seperti Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral Eropa, dan Bank Sentral Jepang. Selain itu, ada potensi perang dagang antara AS dan China, yang dapat berpotensi memengaruhi stabilitas makroekonomi,” katanya.
Terkait kebijakan moneter, sikap kebijakan BI yang akan dipimpin Gubernur BI terpilih diharapkan menempuh posisi moneter yang terukur dan konsisten dalam menjaga inflasi, mengendalikan defisit transaksi berjalan, dan menjaga stabilitas rupiah.
”Di sisi makroprudensial, BI diharapkan melanjutkan penguatan kebijakan makroprudensial dalam rangka peningkatan resiliensi sistem keuangan terhadap potensi risiko sistemik,” lanjut Josua.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta A Tony Prasetiantono mengapresiasi kepemimpinan Agus DW Martowardojo selaku Gubernur BI periode 2013-2018.
Salah satu capaian yang luar biasa, menurut Tony, adalah peningkatan cadangan devisa. Pada akhir Februari 2018, cadangan devisa sebesar 128,059 miliar dollar AS.