TAIPEI, KOMPAS — Teknologi yang dipilih untuk penerapan jalan berbayar, seperti di jalan tol, mesti berorientasi pada pelayanan bagi masyarakat. Selain dapat diandalkan dan berplatform terbuka, masyarakat dapat dengan nyaman dan mudah untuk menyesuaikan diri.
Hal ini terungkap dalam diskusi pengelola konsorsium Far Eastern Toll Collection (FETC) bersama perwakilan dari Indonesia, Thailand, dan Hong Kong, Rabu (28/3), di Taipei, Taiwan. Dalam mengelola pembayaran jalan tol, FETC menerapkan sistem aliran kendaraan multijalur dengan memanfaatkan gelombang radio (RFID) sejak 2014. ”Kami belajar hampir 15 tahun. Pada 10 tahun pertama sangat menantang. Banyak masalah terkait kebiasaan orang, kami pun melakukan kesalahan. Kami gagal mengintegrasikan. Tujuh tahun lalu operasi kami berubah total,” kata Presiden FETC YC Chang.
FETC berdiri pada 2004. Sistem penempatan alat di dalam kendaraan (OBU) digunakan mulai 2006. Hingga 2012, hanya 1,2 juta kendaraan yang menggunakannya. Setelah itu, sistem dengan gelombang radio (RFID) pasif mulai diperkenalkan. Dalam 16 bulan, 5 juta kendaraan dapat dicapai. Mulai 2014, sistem aliran kendaraan multijalur diterapkan hingga
sekarang. Hingga saat ini, terdapat 6,8 juta konsumen yang teregistrasi dengan rata-rata 16 juta transaksi dalam sehari. Transaksi paling tinggi mencapai 22,7 juta. Adapun panjang jalan tol yang dikelola 932 kilometer dengan akurasi transaksi 99,97 persen.
Data raksasa
Menurut Chang, data raksasa akan menjadi solusi jika bisa diintegrasikan melalui sebuah platform. Platform ini lebih baik terbuka sehingga dapat terus dikembangkan, tanpa harus bergantung pada satu penyedia teknologi. Sistem pengelolaan pembayaran yang dibangun itu juga harus dipercaya masyarakat.
”Masyarakat tidak peduli soal teknologi yang digunakan, tetapi yang penting adalah pelayanan. Ini soal manusia, tidak hanya soal proyek,” ujar Chang.
Vice President Operation Division FETC Darryl Hsieh mengatakan, hingga kini pihaknya tetap mengalami tantangan. Misalnya, ketidakcocokan antara data stiker RFID dan pelat nomor kendaraan atau sistem tidak bisa membaca pelat nomor kendaraan. Di Taiwan, terdapat pengemudi yang secara sengaja mengaburkan nomor kendaraan.
Di Taiwan, terdapat 1,8 persen atau sekitar 50.000 kasus terkait dengan data yang terjadi dari 16 juta transaksi. Ketidakcocokan itu kemudian ditelusuri melalui basis data yang ada.