JAKARTA, KOMPAS--Asosiasi Pengembang Real Estat Indonesia dan Bank Indonesia bekerja sama dalam riset properti. Riset itu diharapkan menjadi basis yang akurat dalam menghasilkan kebijakan makro terkait sektor properti.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengemukakan, BI memerlukan data yang akurat untuk mengambil keputusan. Kerja sama ini diharapkan membantu BI mendapatkan data lebih banyak. Selama ini, BI banyak melakukan survei terkait suplai dan permintaan properti dan harganya.
"Alangkah baiknya jika kami mendapatkan data yang lebih banyak dan komprehensif dari seluruh wilayah di Indonesia. Kerja sama diharapkan bisa diimplementasikan dan didukung anggota REI untuk mendapatkan data tersebut," katanya.
Nota kesepahaman BI-REI ditandatangani di Jakarta, Senin (2/4/2018).
Mirza menambahkan, berbagai data diperlukan untuk mengambil kebijakan makro terkait suku bunga dan rasio pinjaman terhadap aset (LTV). Sejauh ini, LTV spasial masih dikaji, sehingga perlu dukungan data yang lebih banyak.
Menurut Mirza, BI sudah dua kali melonggarkan aturan LTV. Namun, perbankan belum banyak memanfaatkan pelonggaran LTV tersebut. Oleh karena itu, bank didorong untuk lebih berani memanfaatkan pelonggaran LTV tersebut.
"Kalau bank bisa memanfaatkan pelonggaran LTV, tentu akan lebih baik dari sisi suplai properti. Kami melihat bank harus lebih optimistis menyuplai kredit dan sektor riil harus lebih optimistis menyuplai proyek," kata Mirza.
Pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, kereta api, bandara, listrik dan air di berbagai daerah di Indonesia terus berlangsung.
Kondisi itu menumbuhkan minat investasi di Indonesia. Peluang sektor properti menjadi sangat besar.
"Tahun pilkada dan pemilu diharapkan tidak menyurutkan minat pengembang untuk mendorong kegiatan ekonomi dan ekspansi usaha. Bank sudah siap," katanya.
Tolok ukur
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengemukakan, pembangunan properti menjadi tolok ukur pembangunan nasional. Kerja sama riset REI dan BI untuk menyajikan data properti yang akurat diharapkan berkontribusi dalam menghasilkan kebijakan yang tepat di sektor properti.
Saat ini REI beranggotakan 4.500 perusahaan. Dari jumlah itu, 3.500 pengembang di antaranya merupakan pengembang rumah bersubsidi.
Soelaeman menambahkan, sektor properti memiliki data yang terukur. Tidak pernah ada data yang disembunyikan, termasuk pajak dan keuangan, karena semuanya bisa dihitung secara transparan.
"Kami ingin memberikan informasi yang baik dari REI melalui kerja sama riset dan pemerintah bisa memberikan kebijakan yang tepat dan akurat, sehingga (kebijakan) yang dikeluarkan riil dan memengaruhi kebijakan lain," katanya.
Saat ini ada 34 kota baru yang dibangun anggota REI dengan luas kawasan 100.000 hektar. Di pasar modal, sebanyak 35 persen dari 46 grup properti yang melantai di bursa mencatatkan nilai kapitalisasi hingga Rp 280 triliun. Industri properti terkait dengan 174 industri ikutan.
"Tahun 2017, pertumbuhan sektor properti hanya sekitar 3,7 persen. Tahun ini, diharapkan pertumbuhan sektor properti bisa mencapai 10 persen," katanya.