JAKARTA, KOMPAS – Badan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengevaluasi strategi penjualan buku Indonesia dalam pameran buku internasional. Fokus utama evaluasi itu adalah memperluas pemasaran buku fisik menjadi hak cipta konten. Hal itu untuk beradaptasi dengan era disrupsi digital.
Bekraf dan Kemendikbud akan mengevaluasi strategi itu setelah London Book Fair 2018 pada 10 – 12 April dan Kuala Lumpur International Book Fair pada 27 April – 6 Mei. Hal tersebut ditegaskan saat jumpa pers Promosi Subsektor Penerbitan Indonesia di Luar Negeri, Rabu (4/4/2018), di Hotel Le Meridien, Jakarta.
Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik mengatakan, dua pameran internsaional itu akan menggambarkan strategi yang perlu dilakukan Indonesia ke depannya. Hal itu dinilai penting untuk menghadapi tantangan baru, yaitu disrupsi digital.
“Kami akan menyiapkan strategi baru, karena ketika ekosistem berganti, tidak ada lagi penjualan cetak. Tidak ada lagi namanya buku, tetapi konten,” kata Ricky, saat diwawancarai usai jumpa pers.
Pada masa depan, buku hanya akan menjadi titik pangkal saja. Akan tetapi, konten di dalam buku itu yang akan dijual untuk menghasilkan efek ganda.
Perubahan penjualan buku fisik menjadi hak cipta konten itu mulai terjadi pada pameran buku internasional. Seperti pada LBF yang menjual konten isi dalam buku tersebut untuk kemudian menjadi buku elektronik, buku audio, ataupun film.
“Kalau menjual fisik saja, ya berat kalau mau jujur. Sekarang sudah ditantang oleh medium digital. Untuk itu menjadi tantangan bagaimana melakukan migrasi. Ada upaya market hub ini untuk bermigrasi. Seperti Frankfurt Book Fair saja mengganti wujudnya menjadi Frankfurt Content. Ujung-ujungnya nanti semua seperti itu,” tutur Ricky.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan, konten buku yang berefek ganda itu akan ditunjukkan ke KLIBF dan LBF. “Seperti konten yang awalnya buku, tetapi diubah menjadi ragam lain, seperti Laskar Pelangi, Dilan, yang dijadikan film lewat konten dalam buku,” katanya.
Ketua Komite Buku Nasional Laura Prinsloo mengucapkan, dalam pameran buku internasional, kontrak penjualan hak cipta buku sudah termasuk buku elektronik dan buku audio. “Kontraknya sudah seperti itu, untuk itu kita perlu berhati-hati juga. Harus mengikuti langkah mereka,” ucapnya.
Menurut Laura, tren pengubahan konten buku menjadi bentuk audio mulai diminat. Hal itu meningkat karena semakin banyak orang yang tidak memiliki waktu. Juga, didukung para pembuat buku yang mau membacakan bukunya untuk menjadi audio buku.