Pakar Perikanan UGM: Keberadaan Cacing di Ikan Hal Biasa
Oleh
DD14
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pakar perikanan dari Universitas Gadjah Mada, Eko Setyobudi, menilai, keberadaan cacing berjenis Anisakissp dalam tubuh ikan merupakan hal biasa dalam ekosistem laut. Keberadaan cacing yang sudah mati tersebut di dalam produk olahan ikan dinilai lebih pada unsur estetika dibandingkan ancaman kesehatan.
Pemilihan bahan baku yang bebas dari cacing harus diperhatikan pelaku usaha olahan makanan agar minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan tidak luntur.
”Berbicara parasit cacing di ikan laut itu seperti berbicara adanya ulat di sayuran. Tidak bisa dihindari karena itu alami,” ujar Eko saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/4/2018).
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan 27 merek produk ikan kaleng mengandung parasit cacing yang sudah mati. Dari 27 merek itu, 16 merek impor dan 11 merek dalam negeri. Produk dalam negeri yang mengandung parasit cacing memakai bahan baku dari negara sama dengan negara asal 16 merek impor, yakni China. (Kompas, 31/3/2018)
Eko menyampaikan, Anisakis yang menginfeksi ikan adalah tahap larva-3 (L-3) dengan ukuran kurang lebih 2-4 sentimeter berwarna kuning-krem, sedangkan untuk tahap dewasa hanya ditemukan pada mamalia laut.
Menurut Eko, hingga saat ini, sekitar 200 jenis ikan dilaporkan terinfeksi Anisakis. Jenis ikan yang banyak dilaporkan terinfeksi adalah Atlantic mackerel, horse mackerel, blue mackerel, Indian mackerel, dan hering.
”Anisakis merupakan organisme yang dapat ditemukan di seluruh perairan,” kata Eko.
Ikan mentah
Infeksi cacing Anisakis hidup dalam tubuh manusia, dikatakan Eko, umumnya terjadi di negara yang menggunakan ikan mentah sebagai masakan tradisional. Infeksi Anisakis pada manusia yang terjadi di dunia, 90 persennya ada di Jepang, negara yang penduduknya gemar memakan ikan mentah sebagai makanan.
”Infeksi Anisakis pada manusia menyebabkan beberapa gejala, seperti demam, infeksi saluran pencernaan akut, mual, muntah, diare, atau reaksi alergi,” tutur Eko.
Meski begitu, Eko mengatakan, Anisakis dapat hidup paling lama 14 hari dalam tubuh manusia. Anisakis juga tidak dapat berkembang biak di tubuh manusia karena habitat alaminya hanya di dalam tubuh ikan.
”Terkait dengan kasus kemungkinan adanya Anisakissp pada produk ikan kaleng adalah sangat tidak mungkin ditemukan dalam keadaan hidup. Proses pembekuan suhu rendah dalam jangka waktu cukup lama, proses pemasakan, dan sterilisasi suhu tinggi tentu saja sangat tidak memungkinkan Anisakis untuk bertahap hidup lebih lama,” tutur Eko.
Meski begitu, Eko mengatakan, keberadaan cacing Anisakis mati dalam produk olahan ikan akan menimbulkan dampak estetik, yaitu membuat selera makan konsumen terganggu. Eko mengaku, belum mengetahui adanya kasus gangguan kesehatan akut manusia akibat mengonsumsi ikan yang terdapat cacing Anisakis mati di dalamnya.
Pencegahan
”Untuk mengurangi risiko kemunduran mutu dan nilai estetika akibat keberadaan Anisakis khususnya dalam industri pengolahan ikan kaleng, maka diperlukan langkah-langkah pencegahan, antara lain memastikan ikan yang diperoleh bukan berasal dari wilayah dan musim-musim penangkapan yang terinfeksi Anisakis,” kata Eko.
”Di Kanada, ikan yang telah diketahui mempunyai prevalensi (jumlah keseluruhan kasus yang terjadi di suatu wilayah) larva Anisakis yang tinggi, akan diperiksa keberadaan nematodanya pada saat pengolahan. Daging ikan dengan infeksi yang berat akan dilakukan pemotongan atau bahkan dibuang,” kata Eko.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Pusat Pengendalian Mutu Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Widodo Sumiyanto mengatakan, sejak Januari 2018 pihaknya melayangkan surat edaran kepada aparat karantina perikanan di daerah untuk menerapkan uji parasit terhadap impor ikan beku dan produk ikan di kaleng.
Instrumen kehati-hatian terhadap produk ikan beku dan ikan kaleng yang masuk ke Indonesia tersebut ditambah sejak ada notifikasi dari Peru setelah ditemukan potongan cacing dalam produk ikan di kaleng yang masuk ke Peru.