Pasca pengungkapan kasus Cambridge Analytica, berbagai kalangan mencemaskan data-data pribadi yang ada di media sosial dan juga di berbagai laman internet. Banyak orang yang belum menyadari aktifitas selama ini di internet telah menjadi data bagi berbagai perusahaan teknologi digital. Meski demikian, persoalan ini lebih dari sekadar masalah data pribadi.
Data umum yang kita cantumkan di berbagai media sosial seperti nama, pendidikan, tanggal lahir, dan lain-lain menjadi data primer bagi perusahaan digital. Kemudian ketika kita memberi tanda “like” atau emotikon lainnya di berbagai media sosial maka pada saat yang sama penyedia layanan itu mencatat semua aktifitas kita. Mereka juga mempunyai data kita waktu kita mengakses akun media sosial, tempat kita mengakses, dan jenis gawai yang digunakan.
Di mesin pencari, semua aktifitas kita tercatat, dari mulai kata-kata yang dimasukkan ke dalam mesin pencari dan topik-topik yang dicari. Mereka juga mengetahui foto, video, dan lain-lain yang dicari. Mesin pencari akan mengetahui material yang dilihat dan yang disimpan oleh kita. Waktu dan tempat saat kita mencari juga diketahui dengan akurat.
Fakta-fakta itu hanyalah sebagian dari data-data yang dikeruk oleh penyedia layanan media sosial, mesin pencari, aplikasi, dan lain-lain. Data itu akan makin bertambah ketika anda banyak menggunakan fasilitas yang diberikan oleh mereka. Mereka akan menggunakan itu untuk “melayani” para pengguna dengan menyediakan berbagai jenis iklan yang sesuai dengan informasi yang “diberikan” ketika anda beraktifitas di media sosial, mesin pencari, dan in fasilitas di internet lainnya.
Mereka akan mengumpani anda iklan berbasis data umur, jenis kelamin, lokasi, hobi, karir, dan bahkan kemungkinan adalah berat badan serta penghasilan. Dalam strategi pemasaran, data-data itu sangat penting dan semakin data itu akurat dan semakin banyak maka pemasar akan makin mudah menarget calon pembeli yang paling potensial.
Tidak mengherankan bila beberapa pemerintah di berbagai negara mulai “panas” dengan keadaan itu. Mereka menyatakan perusahaan-perusahaan itu telah terlalu besar dan bakal makin sulit diatur. Mereka gelisah dengan dampak yang mungkin timbul terkait kehadiran mereka terhadap demokrasi, bisnis tradisional, serta perlindungan data pribadi.
Pekan lalu Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, mereka memang telah membuka lapangan pekerjaan dan telah membangun ekosistem baru. Akan tetapi Macron menambahkan, mereka telah menjadi pemain raksasa dan mengarah ke monopoli. Ia mengusulkan, saatnya “mengurangi” kebesaran mereka. Mereka harus membayar pajak dan memberikan kompensasi kepada usaha-usaha ekonomi tradisional. Alasannya, selama ini mereka tidak berkontrubsi dalam menangani dampak yang terjadi akibat aktifitas mereka.
Di Indonesia kasus yang tidak jauh berbeda adalah ketika transportasi daring mulai menggurita. Situasi ini telah menimbulkan pro dan kontra. Pemerintah berada pada posisi yang sulit. Sejauh ini pemerintah masih berusaha mencari cara agar ada aturan yang menguntungkan berbagai pihak sehingga tidak ada yang dirugikan. Pilihan yang di atas kertas mungkin mudah namun sangat rumit dilaksanakan di lapangan.
Ujung dari semua ini adalah mereka menjadi besar karena data. Data yang diberikan oleh kita dan diolah menjadi informasi yang sangat berguna bagi bisnis. Semua aktifitas kita di media sosial, aplikasi, mesin pencari, dan berbagai layanan di internet telah menjadikan bisnis besar bagi mereka. Mereka telah menggenggam data kita dan kita mungkin hanya bisa pasrah.
Seorang kolumnis The New York Times, Noam Cohen, memperingatkan persoalan ini lebih dari sekadar masalah data pribadi karena kehadiran media baru telah menjadi senjata untuk secara total mengendalikan pikiran kita. Perubahan-perubahan pikiran orang mudah sekali terjadi setelah kita dihujani berbagai iklan dalam media baru itu. Masalahnya, hingga sekarang tidak ada pihak yang bisa mengatur isi dari berbagai media baru itu seperti dalam media konvensional selama ini. Beberapa media menyebutkan, kondisi ini merupakan ancaman serius bagi demokrasi.