Sekitar delapan tahun lalu, Gibran tidak habis pikir mengapa panen di kolam lele miliknya di Bandung, Jawa Barat, tak memberikan hasil memuaskan. Padahal, pakan pelet selalu rutin ditaburkan merata. Usut punya usut, keterbatasan tenaga manusia jadi penyebabnya. ”Semuanya tak berjalan mulus saat ikan diberi makan oleh orang lain,” katanya di Bandung, pertengahan Maret 2018.
Dari pengamatannya, pakan ternyata kerap ditabur hanya di satu titik. Akibatnya, asupan gizi ikan tak merata. Saat hujan atau panas terik, proses pemberian pakan kadang terlupakan sehingga rentan membuat bobot lele tak ideal. Ujungnya, margin keuntungan jadi minim. Kerap hanya Rp 2.000 per kilogram meski potensinya dua kali lebih besar. Padahal, porsi pakan mencapai 80-90 persen dari ongkos produksi.
Usut punya usut, bukan Gibran saja yang mengalaminya. Petambak lain di sejumlah daerah di Jawa Barat menghadapi masalah serupa dan belum ada solusi. Gaya pemberian pakan seperti itu telanjur jadi kebiasaan.
Sensor
Saat masih menyandang status mahasiswa Program Studi Biologi di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Gibran gatal berinovasi. Tahun 2012, ia mulai bergerilya mencari informasi di internet. Ia menemukan fakta, kendala itu bisa diminimalkan lewat alat pemberi makan otomatis. Saat itu, alat yang sudah digunakan petambak masih berbasis waktu tertentu. Di tengah geliat aplikasi teknologi yang tengah berkembang, Gibran punya mimpi membuat serupa, tetapi berbasis internet. Ia lantas membuatnya. Idenya dari pelontar air pemadam kebakaran. Dibantu seorang siswa SMK, prototipe berhasil dibuatnya, tetapi hasilnya tidak memuaskan.
Jalan mulai terang saat dia berkolaborasi dengan Chrisna Aditya (28), kala itu mahasiswa Teknik Elektro ITB. Ilmu perikanan yang dimiliki Gibran bersentuhan dengan kemampuan Chrisna. Tahun 2014, prototipe anyar hadir. Di bawah bendera PT Multidaya Teknologi Nusantara, alat itu diberi nama eFishery. Gibran kini jadi CEO-nya.
Awalnya, eFishery berbasis pesan singkat atau SMS dan diperbarui dengan SMS gateway. Namun, karena tidak terlalu efektif bila pesan singkat dikirim untuk banyak kolam, pihaknya menerapkan mekanisme mobile application untuk eFishery pada 2015. eFishery adalah alat pemberi pakan ikan dan udang pintar yang menggabungkan teknologi pemberian pakan otomatis dengan teknologi informasi dan internet.
Bentuknya dibuat mirip dengan tong bulat tempat pemberian pakan ikan. Kapasitas peletnya bervariasi, 12-100 kg, sesuai dengan ukuran wadah eFishery. Alat ini bisa melontarkan pelet hingga kurang lebih 20 meter dengan area 90-360 derajat di sekitar kolam. Jangkauan merata seperti rintik hujan dengan penggunaan listrik hanya 40 watt.
Pemberian pakan menggunakan eFishery diatur menggunakan aplikasi Android di telepon pintar. Hal ini memudahkan petambak mengatur jadwal dan berapa banyak pakan yang diberikan. Tidak hanya itu, eFishery juga punya sensor gerakan ikan untuk mengukur jumlah pakan yang mesti ditebar.
Harganya Rp 7,89 juta per unit, termasuk bantuan instalasi, pelatihan penggunaan produk, gratis telepon pintar untuk mengeset alat, dan aplikasi pencatat data pakan. Gibran juga menyewakannya Rp 300.000 per bulan per unit.
Penyempurnaan
Perlahan eFishery mulai diterima. Menurut dia, banyak petambak di Jawa hingga Lampung, Bali, dan Sumbawa, menggunakannya. Saat ini, 100-300 unit eFishery terjual setiap bulan dan mencakup belasan ribu hektar tambak.
Semakin dikenal di kalangan petambak, eFishery naik daun. Tawaran menjajaki penjualan ke luar negeri lantas datang. Bekerja sama dengan Winrock International, Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat, dan Universitas Kasetsart, Thailand, 50 unit eFishery sudah dikirim ke Thailand dan Bangladesh.
Sejumlah penghargaan diraih eFishery, di antaranya 1st Winner of Get in the Ring International 2014, kompetisi bagi entrepreneur di bidang digital dunia. Gibran juga diganjar gelar Best Medium Entrepreneur di Danamon Entrepreneur Awards 2017. Namun, eFishery akan terus disempurnakan untuk mengefektifkan kinerjanya.