Harga saham sudah mengalami penurunan cukup besar, dapat dilihat dari IHSG pada 19 Februari 2018 di level 6689.287 yang merupakan level tertinggi setelah tahun 2018 ini. IHSG tersebut telah turun mencapai level 6188.987 pada 29 Maret 2018. Artinya, telah terjadi penurunan IHSG sebanyak 500 poin atau sebesar 7,48 persen selama 30 hari transaksi di bursa. Penurunan yang cukup tinggi memunculkan pertanyaan, apakah sudah saatnya membeli saham di bursa? Saham manakah yang harus lebih dulu dibeli agar mendapatkan keuntungan?
Pertanyaan tersebut sangat lumrah bagi orang yang suka melakukan transaksi saham di bursa. Ada keinginan membeli sekarang, tetapi harga saham ada kemungkinan drop lagi dan lebih baik dibeli pada saat sudah pada titik terendah. Keraguan dan ketakutan sering menjadi teman bagi mereka yang selalu bertransaksi di pasar saham. Keraguan bahwa penurunan harga saham masih akan terus berlanjut. Ketakutan akan mengalami kerugian besar apabila langsung membeli saham sehingga ada risiko yang akan dialami pemain saham tersebut.
Jatuhnya harga saham yang cukup besar menandakan bahwa harga saham telah menuju level yang terendah dan biasanya akan mengalami kenaikan kembali. Apabila terjadi penurunan ekonomi dikarenakan faktor eksternal, ada kemungkinan harga saham tersebut mengalami penurunan.
Investor juga bisa melakukan strategi pembelian rata-rata menurun (average down), di mana pemilik dana membeli sekarang dan apabila turun beli lagi sampai pada level terendah. Artinya, pembelian sekarang bisa dilakukan sekitar 10 persen sampai dengan 20 persen dari dana yang akan diinvestasikan di saham. Apabila turun lagi, beli lagi secara bertahap agar mempunyai saham pada level harga terendah dan secara rata-rata harga saham yang dibeli lebih rendah dari sekarang. Selanjutnya, ketika harga saham mengalami kenaikan, pemilik dana menahan saham tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang disebutkan itu perlu selalu diajukan agar investor lebih memahami soal bagaimana seharusnya membeli saham. Pertama, investor harus membeli saham pada harga saham yang paling rendah. Sangat baik sekali apabila investor bisa membeli harga saham pada saat terendah. Kondisi itu sering disebut dengan istilah underprice.
Dalam rangka mendapatkan harga saham paling rendah, pemilik dana harus mengumpulkan informasi tentang saham yang bersangkutan atau valuasi harga saham tersebut. Pemilik dana tidak bisa hanya mendapatkan informasi tentang valuasi ini dari satu analis di bursa. Akan sangat baik apabila informasi didapatkan dari beberapa analis agar bisa dipegang informasi terbaik. Sebaiknya pengumpulan informasi dilakukan dalam waktu yang singkat. Tidak salah seorang pemilik dana menggunakan perusahaan sekuritas lebih dari satu untuk melakukan transaksinya agar mendapatkan informasi yang lebih banyak. Pemilik dana juga perlu berdiskusi dengan para analis di perusahaan tempat pemilik dana melakukan transaksi saham tersebut.
Kedua, harga saham kelihatannya mempunyai kecenderungan untuk mengalami kenaikan di masa mendatang. Biasanya, kita tidak bisa menebak harga saham akan naik karena pemilik perusahaan belum langsung menginformasikan semua informasi dalam perusahaan. Salah satu indikator yang harus kita perhatikan bahwa jika saham perusahaan sudah turun sekitar 0,5 persen sampai 1 persen, investor bisa melihat saham tersebut. Bahkan, investor bisa melihat bahwa saham yang masih tidur (tidak mengalami pergerakan) setelah mengalami penurunan sudah selayaknya dibeli. Jika saham tersebut sudah tidur selama 6 bulan, investor bisa mulai mengoleksinya, tetapi tetap harus disertai informasi tentang perusahaan dan proyeksi masa depannya.
Ketiga, pemilik dana perlu mendapatkan informasi mengenai pendapatan perusahaan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun melalui informasi yang diberikan perusahaan kepada publik. Namun, pemilik dana juga sebaiknya tak lupa memperhatikan kompetitor agar bisa melihat fakta sebenarnya mengenai perusahaan tersebut. Pendapatan yang meningkat sebaiknya bukan berupa peningkatan tajam, terkecuali ada investasi yang membuat produksi dan penjualan meningkat tajam. Informasi ini juga perlu didiskusikan dengan analis di bursa saham sehingga keputusan yang diambil bisa keputusan yang menguntungkan di masa mendatang.
Keempat, investor dapat melihat perusahaan sudah pada posisi biaya modal yang tinggi di mana harga saham sangat rendah. Apabila biaya modal perusahaan sedang tinggi, harga saham akan rendah karena harga saham merupakan hasil bagi antara earnings before interest and tax (EBIT) dan biaya modal. Apabila EBIT sedang konstan di masa datang, tetapi biaya modal kemungkinan diperkecil oleh perusahaan, harga saham akan mengalami kenaikan.
Jika EBIT juga mengalami kenaikan dan biaya modal pun terus diperkecil perusahaan, harga saham akan terus naik di masa mendatang. Pemilik dana bisa mendapatkan informasi ini melalui diskusi dengan analis atau bertanya langsung kepada perusahaan. Bahkan, bisa pula mengikuti publik ekspose yang dilakukan perusahaan. Biasanya perusahaan melakukan publik ekspose satu kali dalam setahun karena hal itu merupakan kewajiban perusahaan sesuai aturan para pengawas di pasar modal.
Namun, jika biaya modal sudah tinggi dan kelihatan tidak ada tanda-tanda bahwa perusahaan akan memperbaiki biaya modal ini, pemilik dana tidak ikut melakukan transaksi atas saham ini untuk menyimpannya. Sebaiknya pemilik dana pun menghindar dari saham perusahaan ini untuk melakukan transaksi.
Pemilik dana dapat membeli saham yang terlebih dulu mengalami kenaikan di mana kenaikan harga saham kelihatan akan terjadi di masa mendatang. Kecenderungan kenaikan harga saham sangat penting untuk membeli saham agar terjadi keuntungan bagi pemilik saham. Kehati-hatian sangat diperlukan karena risiko timbulnya kerugian masih ada di depan mata.