JAKARTA, KOMPAS--Kementerian Keuangan memperluas akses investasi rakyat melalui penerbitan Surat Utang Negara ritel berbasis sistem elektronik. Hal ini merupakan proyek perdana yang dimulai pada Mei 2018.
Penggunaan sistem elektronik ini ditargetkan menghimpun investasi masyarakat Rp 1 triliun.
”Tujuannya mempermudah akses masyarakat dalam berinvestasi di Surat Berharga Negara ritel, memperluas basis investor domestik, dan memperdalam pasar keuangan,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman, dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Sejak 2006, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) konsisten menerbitkan surat berharga negara (SBN) ritel setiap tahun, baik sukuk maupun konvensional. Sejauh ini, investasi masyarakat dalam SBN ritel mencapai Rp 116 triliun atau 4,8 persen dari total utang pemerintah.
Rata-rata nilai investasi Rp 100 juta-Rp 500 juta per investor. Masyarakat yang berinvestasi umumnya dari kelompok menengah ke atas dengan rata-rata usia 40 tahun ke atas.
Untuk itu, lanjut Luky, DJPPR menginisiasi pemasaran SBN ritel secara dalam jaringan (daring) pada Mei 2018. Diharapkan, masyarakat, termasuk generasi muda yang akrab dengan gawai, semakin mudah mengkases SBN ritel.
"Dulu, masyarakat harus datang ke agen penjual, yakni bank dan perusahaan efek. Dengan SBN ritel secara daring, semuanya bisa dilakukan melalui gawai,” kata Luky.
Investasi dalam SBN ritel daring ini paling sedikit Rp 1 juta dan paling banyak Rp 3 miliar per investor. Adapun jangka waktunya dua tahun. SBN ritel daring tidak bisa diperdagangkan. Namun, investor bisa mencairkan dananya dalam 12 bulan setelah pembelian, maksimal 50 persen dari total investasi.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR, Loto Srinaita Ginting, menambahkan, imbal hasil SBN ritel daring dipastikan lebih tinggi dari rata-rata tingkat suku bunga deposito bank BUMN. Dengan demikian, masyarakat diharapkan tertarik berinvestasi.
”Kami selalu survei ke bank BUMN. Kami jamin, imbal hasil SBN ritel di atas rata-rata tingkat bunga deposito bank BUMN,” kata Loto.
Untuk pemasaran SBN ritel daring pada Mei mendatang, DJPPR menggandeng sembilan mitra distribusi. Mitra tersebut terdiri dari enam bank, dua perusahaan efek, dan satu perusahaan teknologi finansial. Keenam bank yang dimaksud meliputi BRI, Bank Mandiri, BNI, BCA, Bank Permata, dan DBS. Adapun mitra yang nonbank adalah Trimegah, Bareksa, dan Investree.
Tahun ini, target utang bruto pemerintah sebesar Rp 856,48 triliun. Realisasi per awal April mencapai Rp 325,25 triliun atau 37,98 persen. Sementara, target utang neto pemerintah sebesar Rp 414,52 triliun. Adapun realisasinya sebesar Rp 144,19 triliun atau 34,78 persen.
SBN ritel ditargetkan menyumbang Rp 30 triliun. Nilai ini mencakup obligasi ritel, sukuk ritel, dan SBN ritel daring. Target SBN ritel daring sebesar Rp 1 triliun.