Harga Minyak Masih Menantang
JAKARTA, KOMPAS Harga minyak mentah yang belum sepenuhnya pulih masih dianggap sebagai faktor utama lesunya investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Indonesia harus berbenah memperbaiki iklim investasi apabila tak ingin ketinggalan dari negara lain.
Usaha keras pemerintah menyederhanakan regulasi mendapat apresiasi dari pelaku usaha.
Menurut Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Ronald Gunawan, tantangan utama iklim investasi hulu migas di Indonesia, dan juga di negara lain, adalah harga minyak yang belum pulih sepenuhnya.
Sejak 2014, harga minyak merosot dari semula di atas 100 dollar AS per barrel dan jatuh sampai kurang dari 30 dollar AS per barrel pada awal 2016. Kendati harga minyak mulai merangkak naik di atas 60 dollar AS per barrel, hal ini belum cukup menggairahkan investasi hulu migas di Indonesia.
”Sejak 2014, harga minyak turun. Investasi hulu migas di seluruh dunia lesu. Meskipun penerimaan negara saat ini tak sebesar dulu, sektor hulu migas punya dampak ganda yang cukup besar. Nah, tantangannya adalah bagaimana Indonesia mampu menarik kue investasi hulu migas yang kecil dan diperebutkan banyak negara, sebanyak mungkin masuk Indonesia,” ujar Ronald, Kamis (12/4/2018), di Jakarta.
Upaya memperbaiki iklim investasi hulu migas, lanjut Ronald, salah satunya dapat diwujudkan lewat perhelatan Konvensi dan Pameran IPA ke-42 pada 2-4 Mei 2018 mendatang di Jakarta. Acara tahunan ini akan menghadirkan seluruh pemangku kepentingan sektor hulu migas di Indonesia dan perwakilan dari sejumlah negara sahabat.
Ronald mengatakan, Indonesia perlu belajar dari pengalaman sukses sejumlah negara yang investasi hulu migasnya maju di tengah lesunya harga minyak dunia. ”Ada beberapa negara yang sukses bertahan atau bahkan mengalami kemajuan iklim investasi hulu migasnya, seperti Meksiko atau Mesir. Kita perlu belajar dari mereka,” ucap Ronald.
Direktur IPA Tenny Wibowo menambahkan, harga minyak mentah memang mulai membaik. Namun, kondisi itu belum cukup memulihkan gairah investasi hulu migas di Indonesia.
Oleh karena itu, Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lain merebut investasi asing di sektor ini. ”Kue investasi tidak tersedia di meja, tetapi harus direbut. Dan kita bersaing keras dengan banyak negara. Apa yang menyebabkan investasi yang sedikit itu jatuh ke negara tertentu? Ini yang harus kita pelajari,” kata Tenny.
Mengenai upaya pemerintah, menurut Ketua Panitia Pelaksana Konvensi dan Pameran IPA ke-42, Novie Hernawati, usaha keras menyederhanakan berbagai regulasi di sektor hulu migas patut diapresiasi.
Ia optimistis akan ada jalan keluar memperbaiki iklim investasi di Indonesia dengan dukungan dan keterlibatan para pihak terkait. Peran teknologi sangat penting dalam memenangkan persaingan.
“Mesir mereformasi regulasi hulu migasnya. Di tengah ketegangan situasi politik di negara itu, mereka berhasil menarik investasi sektor migas dengan cepat. Kita perlu belajar,” ujar Novie.
Lifting rendah
Sementara itu, sampai triwulan I-2018, capaian produksi siap jual (lifting) minyak di Indonesia belum memenuhi target. Sampai 31 Maret 2018, realisasi lifting minyak tercatat sebanyak 750.600 barrel per hari atau 94 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang sebanyak 800.000 barrel per hari.
Adapun lifting gas bumi sebanyak 1,139 juta barrel setara minyak per hari atau 95 persen dari target yang sebanyak 1,2 juta barrel setara minyak per hari.
Selain itu, tingkat pengembalian cadangan (reserve replacement ratio/RRR) baru sebesar 36 persen atau jauh lebih rendah dari target yang sebesar 100 persen. RRR menjadi ukuran peningkatan cadangan migas.
Angka 36 persen artinya dari 100 barrel minyak yang dikuras, berhasil ditemukan cadangan baru sebanyak 36 barrel.
"Sebetulnya angka 36 persen ini cukup bagus untuk kuartal pertama tahun ini. Sebab, masih ada beberapa proyek migas yang akan segera disetujui rencana pengembangannya. Harapannya, lewat persetujuan pengembangan tersebut, target 100 persen dapat dicapai," kata Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher.