JAKARTA, KOMPAS — Pipa dan kabel bawah laut harus dipetakan dalam Peta Laut Indonesia agar aman. Kerusakan biasanya terjadi karena operator tidak melaporkan posisi dan penggelaran pipa dan kabel bawah laut. Kerusakan pipa minyak bawah laut dapat mengakibatkan pencemaran laut seperti kejadian di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, baru-baru ini.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) Laksamana Muda Harjo Susmoro, Jumat (13/4/2018). Ia mengatakan, kerusakan kabel ataupun pipa bawah laut pada umumnya disebabkan tiga hal. Pertama, jangkar kapal yang sedang berlabuh jangkar dan kegiatan perikanan menggunakan peralatan jaring dasar (bottom trawl). Ketiga, diakibatkan oleh bencana alam, seperti gempa ataupun tsunami.
Harjo mengatakan, kerusakan pipa ataupun kabel bawah laut biasanya diakibatkan oleh operator atau pemilik kabel dan pipa bawah laut tidak melaporkan posisi saat melaksanakan penggelaran kabel ataupun pipa bawah laut. Pemasangan kabel atau pipa seyogianya dilaporkan kepada Kapushidrosal sebagai Indonesian Chief Hydrographer untuk digambarkan dan dipetakan di Peta Laut Indonesia. Seharusnya Pushidrosal diikutsertakan sejak tahap perencanaan saat penggelaran pipa ataupun kabel bawah laut sampai dengan tahap pelaksanaan penggelaran.
”Jadi, kabel ataupun pipa dapat tergelar pada dasar laut yang aman serta posisi penggelarannya pun dapat dengan yakin dipetakan pada peta laut Indonesia,” kata Harjo.
Di sisi lain, kerusakan kabel ataupun pipa bawah laut juga bisa jadi akibat dari ketidakpedulian pengguna laut yang tidak membaca informasi dan tidak melakukan pemutakhiran rutin peta lautnya. Pemutakhiran peta laut dilakukan dengan menggunakan berita pelaut Indonesia (BPI) atau notice to mariners (NtM) yang diterbitkan setiap minggu oleh Pushidrosal. BPI itu berisi perubahan-perubahan di laut.
”Sebab lain, pengguna atau nakhoda kapal tidak menggunakan peta laut yang resmi dan selalu terjaga pemutakhiran datanya dalam bermanuver dan berlabuh jangkar,” kata Harjo.
Peta Laut merupakan sarana utama yang resmi digunakan untuk menjamin keselamatan bernavigasi di laut. Informasi-informasi di dalam Peta laut, selain menggambarkan potensi ancaman bahaya-bahaya navigasi, juga menggambarkan instalasi buatan di permukaan ataupun di dasar laut, seperti anjungan pengeboran minyak dan gas, pipa serta kabel bawah laut. Peta Laut juga berisi serta garis-garis batas, seperti batas alur laut Kepulauan Indonesia, daerah terlarang, dan terbatas, misal konservasi ataupun taman nasional.
”Lokasi bangunan atau instalasi bawah laut sesuai UU harus diumumkan,” kata Harjo. Ia merujuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan atau Instalasi di perairan.
Regulasi itu menyebutkan bahwa untuk lokasi bangunan atau instalasi bawah laut, seperti pipa dan kabel bawah laut serta zona keamanan dan keselamatan berlayar, harus diumumkan. Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan dalam Peta Laut dan Buku Petunjuk Pelayaran serta disiarkan melalui berita pelaut (NtM).