Di beberapa kios dan toko di mal belakangan ini mulai kelihatan berbagai jenis cara pembayaran. Ini jauh berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu yang pilihan cara pembayarannya masih terbatas. Sistem pembayaran adalah salah satu bisnis usaha rintisan berbasis teknologi finansial. Sebuah revolusi dalam industri keuangan tengah terjadi dan terlihat di dapan mata. Ancaman usaha rintisan teknologi finansial semakin nyata sejak diramalkan tahun lalu.
Tahun lalu, beberapa kalangan memprediksi, teknologi finansial (tekfin) bakal menjadi isu utama. Pada 2017 sebagian besar isu berfokus pada pengembangan laman perdagangan (e-dagang) dengan kemunculan beberapa perusahaan investasi yang mendanai beberapa usaha rintisan di Tanah Air. Kita masih menunggu angka-angka yang pasti, tetapi setidaknya jumlah tekfin pada 2016 dibanding 2015 tumbuh 78 persen. Sebanyak 44 tekfin telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan pada April ini. Investasi di tekfin telah menyalip investasi di e-dagang pada tahun 2016.
Survei Dailysocial juga memperlihatkan perkembangan yang positif. Pada 2016, hanya 28,34 persen responden yang pernah mendengar tekfin. Namun, tahun lalu mereka yang mendengar tekfin meningkat menjadi 67,20 persen. Di beberapa usaha rintisan, jumlah transaksi, pemberian pinjaman, dan lain-lain juga meningkat. Pinjaman antarpihak (peer to peer lending) merupakan segmen terbesar di dalam industri tekfin.
Perkembangan itu memperlihatkan kehadiran tekfin menjadi ancaman nyata bagi perbankan konvensional. Kecenderungan itu tengah terjadi secara global.
Di beberapa negara, penggerusan perbankan konvensional tengah terjadi. Sejak 2016 hingga 2025 penggerusan terhadap perbankan konvensional tengah dan akan berlangsung. Citigroup’s Bank of the Future Report yang dikeluarkan pekan lalu menyebutkan, pada 2025 perbankan di Amerika Serikat dan Kanada bakal kehilangan 34 persen pendapatannya dari aktivitas pinjaman, tabungan, dan investasi menyusul kehadiran sejumlah tekfin.
Di Indonesia, ancaman itu kemungkinan makin serius. Berdasar laporan Goldman Sach Group Inc pada pekan lalu menyebutkan, pertempuran antara perusahaan teknologi global bakal terjadi di Indonesia karena populasi dan pertumbuhan ekonomi yang menarik. Mereka tidak menyebut tekfin secara khusus. Namun, dengan menyebut e-dagang yang makin berkembang, otomatis akan berdampak kepada industri tekfin khususnya di sistem pembayaran. Tidak mengherankan bila Google yang baru saja meluncurkan Tez yang merupakan tekfin pembayaran akan mengincar Indonesia. Tez sudah sukses diluncurkan di India dan akan memasuki beberapa negara yang penetrasi kartu kreditnya rendah dan akses keuangan terbatas.
Belajar dari industri media, transportasi, dan ritel yang tergerus lebih awal, industri perbankan sudah saatnya mengambil langkah. Beberapa bank telah berinvestasi di usaha rintisan berbasis tekfin sebagai langkah strategis menghadapi perubahan itu. Namun, juga tidak perlu terlalu terburu-buru. Tidak beda dengan di industri di media cetak yang tetap harus melayani konsumen tradisional mereka, tetapi pada saat yang sama harus memikirkan industri itu pada masa depan.
Pada saat seperti ini, di industri apapun dibutuhkan kepemimpinan yang mampu menavigasi perusahaan. Perubahan adalah hal yang sulit sehingga membutuhkan kepemimpinan dan tim yang kuat. Pucuk pimpinan bank harus memahami teknologi digital, tetapi pada saat yang sama harus menyadari bahwa tidak semua ide adalah bagus dan bakal sukses.