JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur transportasi umum Indonesia perlu disertai dengan perubahan paradigma. Kedua aspek itu dinilai sebagai hal yang perlu diutamakan agar pengalihan dari penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum berhasil.
Pengamat tata kota dan dosen Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyatakan, perubahan paradigma dibutuhkan masyarakat Indonesia karena kesadaran untuk beralih menggunakan transportasi umum dinilai masih minim.
Masyarakat perlu mulai mengubah pemikiran bahwa transportasi umum merupakan sarana angkutan yang tidak nyaman, tidak tepat waktu, dan mahal. Ia mencontohkan, pemerintah telah memiliki beberapa proyek infrastruktur yang berhasil, salah satunya adalah Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek dari PT KPT Kereta Commuter Indonesia (KCI).
”KRL merupakan transportasi publik yang mampu mengangkut banyak orang dan nyaman,” ujar Yayat seusai acara bedah buku Bapakku Indonesia, di Jakarta, Senin (16/4/2018). Perubahan kultur agar masyarakat menggunakan KRL berhasil dilakukan dengan adanya pelayanan masyarakat, seperti jadwal keberangkatan yang teratur dan biaya yang murah.
Selain pelayanan kepada masyarakat, perubahan kultur juga dapat terwujud melalui regulasi. Regulasi yang baik dan mengutamakan kepentingan publik dibutuhkan. Pemerintah telah membuat berbagai peraturan untuk mengajak masyarakat beralih dari menggunakan kendaraan pribadi.
Namun, perilaku berkendara masyarakat yang melanggar hukum masih terjadi. Kondisi itu muncul akibat ketiadaaan pengaturan berlalu lintas yang tegas dalam jangka waktu yang lama.
Menurut Yayat, pemerintah memiliki tugas yang tidak mudah dalam mengubah paradigma masyarakat. Masyarakat masih tidak memiliki kepercayaan pada sistem yang ada.
Contoh kasus yang terbaru ialah ketika Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) akan memulai uji coba pelaksanaan kebijakan penanganan kemacetan di ruas Tol Jagorawi-Jakarta dan Tangerang-Jakarta pada Senin (16/4). Sistem pelat nomor ganjil-genap akan diterapkan di pintu tol untuk mendorong warga secara bertahap meninggalkan mobil pribadi (Kompas, 6/4/2018).
Namun, berdasarkan survei BPTJ, pengguna kendaraan pribadi di Cibubur yang berencana beralih menggunakan angkutan umum hanya 0,27 persen. Warga lainnya (44,18 persen) memilih berangkat lebih pagi dan sisanya memilih masuk melalui pintu tol lain. Padahal, angkutan umum alternatif telah disediakan.
”Tujuan pengaturan ganjil-genap agar masyarakat beralih ke kendaraan umum. Tetapi, kenyataannya tidak,” kata Yayat. Situasi itu ia nilai sebagai salah satu pernyataan ketidakpercayaan masyarakat.
Dalam situs Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), tingkat literasi Indonesia usia 15 tahun ke atas mencapai 95,38 persen pada tahun 2016. Angka itu terdiri dari 97,17 persen laki-laki dan 93,59 persen perempuan.
Penulis dan pegiat literasi Maman Suherman menambahkan, perubahan kultur dapat tercapai dengan peningkatan kebiasaan membaca. Dalam situs UNESCO, tingkat literasi Indonesia usia 15 tahun ke atas mencapai 95,38 persen pada 2016. Angka itu terdiri dari 97,17 persen laki-laki dan 93,59 persen perempuan.
Namun, kemampuan membaca masyarakat belum diikuti dengan kegemaran membaca. Ia berharap agar orangtua semakin sadar untuk mengajarkan anak gemar membaca sejak dini.