JAMBI, KOMPAS - Indonesia memaparkan fakta pengelolaan kelapa sawit secara berkelanjutan kepada delegasi Uni Eropa. Tujuannya adalah memberikan gambaran konkret tentang sawit dan dampak positifnya terhadap ekonomi Indonesia, daerah, lingkungan, dan sosial atau petani.
Delegasi Uni Eropa (UE) terdiri dari 12 duta besar dan perwakilan kedutaan besar UE, Austria, Denmark, Jerman, Irlandia, Polandia, Swedia, Belanda, dan Inggris. Delagasi itu diketuai Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Guerend. Mereka mengikuti program Excecutive Oil Palm for Ambassadors yang difasilitasi Kementerian Luar Negeri dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit yang berlangsung pada 15-19 April 2018.
Pada Senin (16/4/2018), Delegasi Uni Eropa berkunjung ke Perkebunan Tungkal Ulu, Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang dikelola PT Inti Indosawit Subur. Mereka menyaksikan secara langsung pengelolaan sawit yang mengedepankan lingkungan, berdialog dengan petani sawit, dan berkunjung ke pembangkit listrik biogas sawit.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Siswo Pramono mengatakan, kegiatan itu merupakan bagian dari upaya mengenalkan pengelolaan sawit secara berkelanjutan kepada UE. ”Kami berharap melalui program itu, Indonesia dapat bekerja sama dengan UE untuk mengembangkan sawit secara berkelanjutan,” kata dia.
Vincent mengemukakan, UE ingin melihat pengelolaan sawit berkelanjutan. Hasilnya akan disampaikan kepada parlemen dan Dewan Menteri UE yang akan membahas Resolusi UE pada Juni nanti. Menurut Vincent, UE tidak mendiskriminasi sawit dari minyak nabati lain. UE akan berupaya mencapai kesepakatan yang nondiskriminatif. ”Selama ini yang menjadi pertimbangan kami adalah menyangkut lingkungan dan kesehatan. Kami juga masih membuka pasar bagi minyak kelapa sawit dan produk turunannya. Kami bahkan tidak berupaya menghambatnya dengan menetapkan bea masuk yang tinggi,” kata dia.
Kepala BPDP Kelapa Sawit Dono Boestami berharap UE juga mempertimbangkan nasib para petani yang menggantungkan ekonominya dari kelapa sawit. Resolusi UE justru akan lebih berdampak pada pada petani daripada perusahaan besar.
Pengurus Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan, Resolusi UE tentang sawit memang belum final. Namun, sejumlah pelaku usaha di negara-negara UE telah menerapkannya. Saat ini ada kurang lebih 1.600 produk di Eropa yang diklaim tidak mengandung unsur kelapa sawit.
Salah satunya toko ritel Inggris Iceland yang mengklaim akan menghentikan 50 persen produk yang mengandung minyak sawit di jaringan ritelnya.
Ekspor Indonesia
Sementara itu, batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (CPO), dua komoditas utama Indonesia, mencatatkan performa ekspor yang bertolak-belakang. Ekspor batu bara melejit, sementara ekspor sawit turun.
”Ekspor Maret tidak saja tumbuh positif dibanding bulan sebelumnya, tetapi juga dibanding Maret 2017,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/04/2018). Ekspor Maret tercatat sebesar 15,58 miliar dollar AS, tumbuh dibanding Maret 2017. Ekspor nonmigas tumbuh 11,77 persen.
Ekspor nonmigas terbesar disumbang oleh batu bara dan CPO. Ekspor batu bara tumbuh ketika harganya turun. Faktor pendorongnya adalah tumbuhnya permintaan negara mitra. Negara tujuan utama eskpor batu bara adalah China, India, dan Jepang. Sementara ekspor CPO turun ketika harganya naik. Artinya permintaan turun seiring dengan meningkatnya kampanye negatif terhadap CPO.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mencapai 3,9 persen tahun ini. Bahkan beberapa lembaga investasi memproyeksikan pertumbuhannya bisa berkisar 4-4,1 persen. Artinya, momentum pertumbuhan ekonomi dunia menguat. Sejalan dengan itu, Sri Mulyani berharap permintaan terhadap berbagai macam produk ekspor Indonesia juga akan meningkat.