Pemerataan Infrastruktur Diikuti Insentif Harga Layanan
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain mengejar pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi di pelosok, pemerintah juga perlu memperhatikan harga layanan seluler. Pemerintah perlu memberikan insentif ataupun subsidi harga. Dengan demikian, tercipta pemerataan dan kesetaraan mengakses layanan seluler.
Direktur Eksekutif Indonesia Information Communication Technology Institute Heru Sutadi, Rabu (18/4/2018), mengemukakan pandangannya tersebut.
Dari sisi teknis, dia mengamati, serat optik merupakan pilihan terbaik untuk pembangunan jaringan tulang punggung telekomunikasi, baik nasional maupun internasional. Hal itu karena serat optik memiliki kecepatan mengalirkan data sangat tinggi, hanya tergantung dari perangkat transmisi yang akan dipakai. Kecepatannya pun lebih stabil dibandingkan perangkat infrastruktur lainnya, seperti satelit. Pemakaian satelit juga dianggap membutuhkan investasi lebih mahal dan tingkat penundaan layanan yang tinggi.
Menurut dia, pembangunan jaringan menggunakan serat optik harus baik dan ada konsep utama-cadangan. Tujuannya agar layanan seluler tetap bisa diandalkan.
”Konsep utama-cadangan idealnya berbentuk cincin. Pilihan lainnya sesungguhnya dapat menggunakan sistem ganda di perangkat transmisinya. Apabila medan lokasi pembangunan berat, implementasi pembangunan infrastruktur seharusnya hybrid antara kabel serat optik dan transmisi radio gelombang mikro,” ujar Heru.
Proyek pembangunan jaringan tulang punggung pita lebar Palapa Ring terdiri dari tiga paket. Paket barat memiliki panjang kabel 2.275 kilometer dan menjangkau 12 kabupaten/kota. Paket tengah mempunyai panjang 2.995 km dan melewati 27 kabupaten/kota .
Adapun paket timur mempunyai panjang 6.878 km dan melewati 51 kabupaten/kota. Tujuan proyek adalah mengatasi tidak adanya infrastruktur telekomunikasi di kabupaten/kota yang dirasa tidak memiliki nilai ekonomi tinggi bagi industri.
Sesuai data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sampai Maret 2018, perkembangan status pembangunan konstruksi paket barat sudah selesai 100 persen, paket tengah 76 persen, dan paket timur 43 persen.
Untuk Indonesia bagian timur, seperti Papua dan Papua Barat, proyek Palapa Ring paket timur dianggap sebagai salah satu solusi terbaik mengatasi ketimpangan infrastruktur.
Sejak sebulan terakhir, kondisi jaringan telekomunikasi di sejumlah kabupaten/kota di Papua tak berfungsi optimal, baik untuk layanan telepon maupun data. Penyebabnya, jaringan di Kota Jayapura hingga Kabupaten Jayapura masih terganggu pasca-putusnya kabel serat optik di perairan Sarmi-Biak, 6 April 2018. Lalu, awal Maret 2018, jaringan di Kabupaten Mimika dan Merauke juga sempat terganggu karena kabel serat optik terputus di perairan Mimika-Kaimana. Adanya gempa bawah laut diduga melatarbelakangi putusnya kabel.
”Saat ini, Indonesia hanya butuh kecepatan dalam pembangunan infrastruktur jaringan telekomunikasi, seperti proyek Palapa Ring. Untuk wilayah barat dan tengah Indonesia, dampak proyek itu barangkali tidak terlalu besar. Lain cerita dengan paket timur, ini kan menghubungkan Papua dan sekitarnya,” kata Heru.
Menurut dia, pembangunan yang perlu digenjot sekarang adalah jaringan tulang punggung, lalu jaringan transportasi (backhaul), dan akses hingga ke permukiman, sekolah, dan kantor.
Pemerintah juga perlu perhatian terhadap harga mengakses layanan seluler yang juga timpang antarwilayah. Bentuk perhatian dapat berupa memberikan subsidi harga.
Direktur PT Palapa Timur Telematika Jimmy Kadir membenarkan bahwa perkembangan pembangunan paket timur sudah mencapai 40-an persen. Hambatan pembangunan terletak pada pengurusan izin, baik untuk menggelar kabel di darat maupun laut.
Dia mengungkapkan, pihaknya sudah menelaah adanya potensi volkano dan gempa bumi bawah laut di sepanjang rute pembangunan paket timur. Langkah antisipasi gangguan sudah disiapkan, misalnya perusahaan membuat rute penggelaran kabel yang tidak melewati titik-titik potensi rawan bencana itu.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Latif yang dikonfirmasi mengklaim, pihaknya berkomunikasi dengan operator yang sudah lebih dulu membangun jaringan tulang punggung di wilayah timur. Sebagai contoh, Telkom.
”Komunikasi berkaitan dengan sistem jaringan cadangan. Kalau ada salah ruas jaringan putus, saling back up,” katanya.