Implementasi Pertukaran Informasi Otomatis Dilakukan Tahun Ini
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemberlakuan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau AEoI antarnegara resmi diterapkan di Indonesia tahun ini. Kerja sama pertukaran data ini dianggap perlu sebagai upaya pencegahan penghindaran pajak.
AEoI merupakan rencana dari negara yang tergabung dalam G-20 yang diinisiasi Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Sistem tersebut mendukung pertukaran informasi rekening wajib pajak antarnegara. Cara kerjanya, wajib pajak yang telah membuka rekening di negara lain dapat terlacak oleh otoritas pajak negara asal sesama yurisdiksi AEoI.
Kepala Subdirektorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Leli Listianawati menyatakan, di lingkup domestik, sistem ini telah memiliki payung hukum. Perangkat hukum ini akan mempermudah lembaga keuangan dalam penyampaian pelaporan dan informasi keuangan.
”Indonesia sebagai negara anggota G-20 harus berpartisipasi dalam implementasi kerja sama pertukaran informasi perpajakan otomatis secara menyeluruh dan efektif,” kata Leli di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis (19/4/2018).
Payung hukum yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 9/2017 mengenai penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Berdasarkan data hingga 18 April 2018, terdapat 3.719 lembaga dalam negeri yang terdaftar untuk mendukung pelaksanaan AEoI. Sebanyak 3.642 lembaga terdaftar sebagai pelapor, dan sisanya 77 lembaga sebagai nonpelapor.
Leli menjelaskan, lembaga yang masuk kategori pelapor antara lain adalah perbankan, perusahaan asuransi, manajer investasi di pasar modal, dan koperasi. Adapun lembaga yang masuk kategori nonpelapor antara lain instansi pemerintah, organisasi internasional, bank sentral, dan dana pensiun tertentu.
Jumlah tersebut, lanjut Leli, berpotensi terus bertambah lantaran Ditjen Pajak berwenang untuk secara otomatis menetapkan lembaga keuangan sebagai pelapor. Namun, ia belum bisa merinci total lembaga keuangan nasional yang berpotensi menjadi pelapor.
”Pelaporan data keuangan akan mulai diberlakukan pada April 2018 hingga batas akhir April 2019, atau 1 Agustus 2019 khusus untuk laporan dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional,” kata Leli.
Sejauh ini terdapat 69 yurisdiksi atau negara tujuan pelaporan Indonesia mulai September 2018. Total terdapat 74 yurisdiksi yang siap melaporkan informasi keuangan nasabah asal Indonesia kepada Ditjen Pajak.
Lima yurisdiksi nonresiprokal yang tidak perlu menjadi negara tujuan pelaporan Indonesia adalah Bermuda, Kepulauan Virgin Britania Raya, Kepulauan Cayman, Nauru, dan Kepulauan Turk dan Caicos. Kelima negara ini tidak memerlukan informasi dari negara lain karena tidak mengenakan pajak atau tax heaven.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan pihaknya terus melakukan pendekatan secara bilateral maupun multilateral untuk memperluas cakupan mitra AEoI Indonesia.
”Indonesia sebagai negara G-20 berkomitmen dalam AEoI karena melihat aksi itu tentunya akan membawa manfaat yang bagus untuk sistem perpajakan Indonesia,” kata Yoga.