JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan sedang menyusun draf peraturan menteri mengenai taksi aplikasi atau taksi dalam jaringan (daring). Diharapkan dengan aturan yang lebih khusus ini, maka penanganan taksi aplikasi akan lebih tepat sasaran.
”Aturan ini tidak menggantikan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Angkutan Sewa Khusus Tidak dalam Trayek, tetapi membuat aturan khusus untuk taksi aplikasi. Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 108/2017 juga mengatur angkutan-angkutan lain,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi di Jakarta, Jumat (20/4/2018).
Penyusunan aturan khusus ini dilakukan dengan mendengarkan masukan-masukan dari aliansi pelaku taksi aplikasi, Organda, kepolisian, pengamat, dan semua pihak yang berkepentingan dengan taksi aplikasi.
”Pembahasan dilakukan maraton agar aturan baru ini bisa segera diterbitkan. Namun, sebelumnya kami juga akan menggelar forum grup diskusi dengan mengundang semua pihak, termasuk aplikator untuk mematangkan aturan baru ini. Semacam uji publik di komunitas,” kata Budi.
Dia mengatakan, penyusunan aturan baru ini juga untuk meredam ketidakpuasan yang muncul dari berbagai kalangan. Seperti kekecewaan yang diungkapkan DPP Organda mengenai penerapan Peraturan Menteri Perhubungan No 108/2017 yang dianggap tidak tegas.
”Kami tahu Organda marah, ya kami terima. Namun, kami minta semua pihak bersabar karena kami terus bekerja memperbaikinya. Surat kami mengenai penundaan penindakan juga sudah kami tarik kembali,” kata Budi .
Sebelumnya, 10 Dewan Pimpinan Daerah Organda mengancam tidak akan mematuhi aturan lalu lintas dan angkutan umum apabila pemerintah tidak segera menerapkan Peraturan Menteri Perhubungan No 108/2017. Sepuluh DPD itu adalah Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Banten, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah.
Ancaman ini sejalan dengan pernyataan DPP Organda saat bertemu dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Ketika itu, Organda mengatakan, jika tujuh hari sejak pertemuan itu Peraturan Menteri Perhubungan No 108/2017 tidak diterapkan, mereka pun tidak akan mematuhi seluruh aturan yang ada.
Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Aryono mengatakan, 9 DPD Organda mengangap pemerintah sampai saat ini belum melakukan penegakan hukum sebagai wujud dari implementasi Peraturan Menteri Perhubungan No 108/2017 sehingga telah terjadi ketidakadilan yang dilakukan pemerintah terhadap pengusaha angkutan umum resmi (berizin).
”Kami juga sudah mengirimkan surat kepada Kemenhub bahwa seluruh aturan dan ketentuan yang menyangkut angkutan umum (orang ataupun barang) tidak perlu lagi mematuhi peraturan/ketentuan yang berlaku dan tidak perlu lagi memperpanjang perizinan yang sudah lewat waktu. Oleh Karena itu, para ketua DPD mohon agar aparat instansi terkait tidak melakukan penindakan, penangkapan, penilangan, dan penghadangan walaupun masa izinnya sudah lewat waktu (mati) sebagai bentuk perlakuan yang sama, adil, dan kesetaraan di hadapan persepsi hukum,” kata Ateng.
Masih dalam surat yang sama, DPD, DPC, dan DPU Organda tidak setuju kalau perusahaan aplikasi menjadi perusahaan transportasi karena menimbulkan konflik dan monopoli. ”Ini merupakan sikap daerah yang hingga kini merasakan langsung dampaknya. Kemenhub mengatakan akan segera membuat aturan baru khusus mengenai taksi aplikasi di mana akan dinyatakan aplikator harus menjadi perusahaan transportasi. Namun, selama aturan khusus itu belum diterbitkan, aturan yang berlaku adalah Peraturan Menteri Perhubungan No 108/2017. Nyatanya, sampai saat ini, pemerintah tidak kunjung menegakkan peraturan tersebut,” kata Ateng.