WASHINGTON DC, KOMPAS — Perekonomian dunia yang saat ini dalam kondisi baik hendaknya tidak menghentikan upaya meningkatkan ketahanan ekonomi setiap negara. Kendati banyak negara sudah melakukan upaya tersebut, upaya lebih besar masih harus dilakukan.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde menyampaikan hal itu dalam jumpa pers pada acara Pertemuan Musim Semi IMF-Bank Dunia 2018 di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (19/4/2018). ”Matahari memang bersinar cerah. Namun, pada saat seperti ini, harus diingat, akan ada awan yang terbentuk secara kumulatif,” kata Lagarde, mengilustrasikan kondisi perekonomian saat ini.
Khusus Indonesia, Lagarde mengapresiasi pertumbuhan ekonomi yang tumbuh di atas 5 persen pada 2017. Berbagai hal yang berkaitan dengan perekonomian dan persoalannya di Indonesia dalam kondisi terkendali.
”Kami mengapresiasi investasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia serta jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia,” kata Lagarde.
Lagarde menambahkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menghapus sebagian subsidi energi yang dialihkan menjadi dana pembangunan infrastruktur untuk masyarakat. ”Satu lagi, otoritas Indonesia menggunakan digital untuk menjangkau masyarakat di 17.000 pulau di Indonesia. Ini menarik,” katanya.
Terkait kondisi global, Lagarde merujuk pada proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 3,9 persen tahun ini, yang lebih baik daripada realisasi 3,7 persen pada 2017. Pada Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Washington DC, Oktober 2017, IMF mengingatkan agar negara-negara di dunia ”memperbaiki kondisi atap” mereka. Hal ini merupakan langkah untuk memperkuat ketahanan perekonomian setiap negara.
”Ada negara-negara yang sudah memperbaiki atap rumah mereka. Namun, itu tidak cukup, perlu lebih banyak lagi upaya memperbaiki atap itu untuk menghadapi kemungkinan dalam jangka panjang,” kata Lagarde.
Risiko lain yang dihadapi adalah utang dunia yang mencapai 160 triliun dollar AS atau 225 persen produk domestik bruto (PDB) dunia. Hal ini berpotensi memunculkan risiko bagi pertumbuhan ekonomi dunia.
Adapun risiko berikutnya adalah kerentanan pasar keuangan yang bisa mendorong pengetatan moneter secara mendadak. Kondisi ini mesti diantisipasi.
IMF, dalam pertemuan kali ini, menekankan bahwa momentum untuk melanjutkan pertumbuhan ekonomi masih kuat. Akan tetapi, konflik perdagangan yang meningkat dan volatilitas pasar keuangan bisa menjadi potensi yang menurunkan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa triwulan mendatang.
Untuk menjaga kondisi positif, pembuat kebijakan perlu meningkatkan daya tahan sektor finansial, mulai membangun kembali ruang kebijakan, dan mengimplementasikan reformasi struktural, termasuk dalam pemberantasan korupsi dan tata kelola.
Negara-negara di dunia juga disarankan untuk mendorong sistem perdagangan multilateral yang terbuka dan berbasiskan aturan yang bermanfaat bagi semua pihak serta mengurangi dampak ketidakseimbangan global.
Momentum penguatan kondisi ekonomi tersebut didorong perdagangan global dan investasi yang membaik. Akan tetapi, IMF mengingatkan sejumlah hal yang perlu diwaspadai, seperti kebijakan di beberapa negara yang bisa meningkatkan defisit transaksi berjalan yang bisa saja memperlebar ketidakseimbangan global.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah populasi masyarakat yang menua, reformasi yang berjalan lambat, sehingga mengurangi potensi pertumbuhan negara-negara maju. Di sisi lain, perubahan struktural yang tertunda di sejumlah negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan negara berkembang juga mesti diperhatikan.
Terkait perdagangan, IMF menyarankan agar negara-negara di dunia bekerja sama dalam sistem yang multilateral dan berbasis aturan. Hal ini untuk menangkis risiko perluasan ketidakseimbangan global dan mengawali sebaran tantangan.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Washington DC, Rabu (18/4/2018), mengatakan, APBN memiliki fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. ”Pada saat perekonomian sedang tumbuh, kita mengumpulkan pajak, itu yang disebut buffer,” katanya.
Cadangan atau buffer itu berfungsi sebagai instrumen daya tahan suatu negara. Dengan demikian, saat perekonomian suatu negara sedang tidak baik, cadangan tersebut akan menjadi tambahan daya tahan. Sebaliknya, jika tidak ada daya tahan atau cadangan, bisa menjadi masalah.