SEMARANG, KOMPAS — Era revolusi industri 4.0 atau generasi keempat akan ditandai perubahan pasar kerja akibat guncangan industrial. Menghadapi itu diperlukan respons cepat agar investasi sumber daya manusia menghasilkan para pekerja yang memang dibutuhkan oleh pasar kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri di sela-sela Presidential Lecture ”Strategi Pengelolaan SDM Indonesia dalam Menghadapi Era Disrupsi Revolusi Industri 4.0” di kampus Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (20/4/2018), mengatakan, memperkuat daya saing menjadi keharusan.
”Yang diperlukan sekarang adalah respons cepat serta sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang berbasis digital. Karena itu, diperlukan investasi digital. Investasi SDM, baik pendidikan maupun pelatihan, harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja,” kata Hanif.
Menurut Hanif, respons dibutuhkan karena permasalahan serius yang dihadapi saat ini ialah tingginya tingkat ketidaksesuaian (mismatch) antara ketersediaan tenaga kerja dan kebutuhan industri, yakni 63 persen. Karena itu, investasi SDM mesti disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Lebih lanjut, Hanif mengatakan, jasa merupakan salah satu sektor yang tumbuh cukup cepat sehingga kebutuhan tenaga terampil akan bertambah. ”Namun, penyerapan juga tidak akan langsung terjadi karena SDM yang mereka butuhkan sekarang sudah sangat spesifik,” ujarnya.
Hanif mengatakan, karena kebutuhan tersebut, perusahaan-perusahaan itu akhirnya harus melatih orang dulu sebelum merekrut. Namun, lantaran harus mengeluarkan biaya besar, akhirnya yang terjadi ialah saling membajak antarperusahaan ketimbang berinvestasi.
Ketersebaran SDM
Hanif menambahkan, ketersebaran produk SDM yang berkualitas juga masih menjadi kendala. ”Di daerah-daerah, mencari SDM dengan kualifikasi tertentu masih sulit karena semua terpusat di kota-kota besar. Jadi, selain kualitas, kuantitas dan ketersebaran ini menjadi isu penting,” katanya.
Dalam upaya mengatasi itu, Hanif menuturkan, pihaknya melakukan perubahan pada sejumlah balai latihan kerja (BLK) Kemnaker. Jika sebelumnya satu BLK ada 19 kejuruan dan memproduksi 100-200 orang per tahun, akan diarahkan BLK hanya 3-4 kejuruan tetapi menghasilkan 3.000-4.000 orang per tahun.
”BLK Serang (Banten), misalnya, sebelumnya menghasilkan 900 orang setiap tahun, tetapi kini 3.800 orang. Hal-hal seperti ini perlu dilakukan agar kontribusi produk SDM ke industri terasa lebih nyata.
Rektor Undip Yos Johan Utama menuturkan, dalam menyambut revolusi industri 4.0, kekhawatiran melanda sejumlah pihak. Sebab, dengan maraknya internet of things dan kecerdasan buatan, misalnya, siapa yang tidak bergerak dan merespons cepat akan tertinggal.
Karena itu, kata Yos, pihaknya akan terus mendorong mahasiswa melakukan riset dan inovasi. ”Tantangan-tantangan ke depan akan kita hadapi bersama. Karena itu, Undip ke depan akan membuat inovasi, antara lain bisa meluluskan mahasiswa dalam tiga tahun. Lulus lebih cepat lebih baik,” katanya.