SURABAYA,KOMPAS — Anomali harga sejumlah bahan kebutuhan pokok, terutama beras, kembali terjadi di Jawa Timur jelang Ramadhan dan Lebaran tahun ini. Penyebabnya dinilai bukan pasokan yang tidak lancar atau stok yang kurang, melainkan peningkatan permintaan dan kondisi psikologis masyarakat yang dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan oleh pihak tertentu.
Harga beras medium di sejumlah pasar tradisional di Jatim masih di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 9.450 per kg. Di Pasar Wonokromo, Surabaya, pedagang menjual beras medium dari Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kg. Di Pasar Larangan, Sidoarjo, harga beras medium dari Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per kg. Bahkan, di salah satu sentra pangan di Madiun, harga beras medium Rp 10.000-Rp 12.000 per kg.
Tingginya harga beras karena peningkatan permintaan. Masyarakat mulai menyetok beras untuk kebutuhan Ramadhan dengan menaikkan jumlah belanja dua kali lipat dari sebelumnya. Pembeli yang biasanya belanja 5 kg sekarang belanja 10 kg.
Sejumlah pedagang mengatakan, stok beras cukup aman dan pasokan dari perusahaan penggilingan cukup lancar. Fluktuasi harga beras di kisaran Rp 100 hingga Rp 500 per kg. Pedagang tak berani memasang harga tinggi karena khawatir ditangkap Satuan Tugas Pangan. Mereka mengklaim hanya mengambil margin Rp 100-Rp 200 per kg.
Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, produksi beras Januari-April diperkirakan mencapai 3.821.748 ton. Dengan konsumsi masyarakat Jatim sebanyak 1.188.972 ton beras atau rata-rata 297.243 ton per bulan, terjadi surplus produksi 2.656.850 ton.
”Stok beras itu ada di pedagang, perusahaan penggilingan padi, dan rumah tangga. Hanya sebagian kecil stok yang ada di Bulog,” ujar Soekarwo seusai rapat koordinasi tim pengendali inflasi daerah seluruh Jatim dalam rangka hari besar keagamaan nasional di Hotel Shangrila, Surabaya, Kamis (19/4/2018).
Kendalanya, sebanyak 50 persen stok itu masih dalam bentuk gabah sebab hasil panen musim rendeng ini berkadar air tinggi hingga 28 persen. Agar bisa diolah menjadi beras berkualitas baik, maksimal kadar airnya harus diturunkan hingga maksimal 14 persen. Untuk menurunkan kadar air itu butuh mesin pengering.
Dengan produksi gabah sebanyak 13 juta ton per tahun, Jatim butuh 3.000 mesin pengering berkapasitas 8-10 ton gabah per unit. Pengeringan menjadi kendala utama saat ini karena semakin terbatasnya lantai jemur. Penggunaan terpal sebagai lantai jemur dalam pengeringan mengandalkan sinar matahari kurang efektif sebab memerlukan waktu seminggu hingga dua minggu tergantung cuaca.
Soekarwo mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan mesin pengering diperlukan dana Rp 900 miliar. Pemprov Jatim akan menemui Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk membahas solusinya. Harapannya ada skema kredit kepada kelompok tani dengan bunga ringan 7-8 persen per tahun.
Pemerintah telah menetapkan HET termasuk untuk jenis beras kualitas medium. Berbagai upaya, terutama operasi pasar bahkan impor, ditempuh demi menurunkan harga kurun empat bulan terakhir. Itu pun sudah dibantu kondisi bahwa panen raya di Jawa berlangsung sejak Maret. Sayangnya, pada bulan ini harga beras ternyata masih di atas HET.
Jayus Tukima (63), pedagang beras di Pasar Wonokromo, menambahkan, harga komoditas utama pangan ini masih tinggi meski pasokan dari distributor tidak sulit. Pedagang masih bisa mendapatkan beras sesuai dengan permintaan. Penyalur belum menerapkan pengurangan jatah. ”Masalahnya, harga dari distributor sudah tinggi sehingga kami menyesuaikan. Kami sebenarnya tidak mengambil keuntungan berlebih,” ujarnya.
Menjelang Ramadhan, menurut Gubernur Jawa Timur Soekarwo, stok beras di provinsi berpopulasi hampir 40 juta jiwa ini 147.000 ton. Stok berdasarkan kondisi sampai Jumat (13/4/2018) lalu. Adapun Jatim diyakini panen pada Juni dengan perkiraan 996.000 ton. ”Saya yakin di sini seharusnya aman,” katanya.
Soekarwo mengingatkan, HET beras premium Rp 12.500 per kg sama dengan HET gula pasir. HET untuk daging beku Rp 80.000 per kg, sedangkan untuk minyak goreng curah Rp 10.500 per liter. HET minyak goreng dalam kemasan sederhana lebih tinggi Rp 500 per kg daripada curah.