LOMBOK BARAT, KOMPAS — Penguatan kebijakan makroprudensial membangkitkan optimisme Bank Indonesia dalam menghadapi impitan ketidakpastian ekonomi global. Fungsi intermediasi dan pengelolaan likuiditas perbankan diyakini akan menjaga perekonomian domestik tetap solid.
Kepala Grup Riset Makroprudensial Departemen Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Retno Ponco Windarti, mengatakan, sejak Januari pihaknya menerapkan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) dan penyangga likuiditas makroprudensial (PLM).
”Dua kebijakan ini bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi dan pengelolaan likuiditas perbankan sehingga stabilitas industri keuangan tetap terjaga,” ujarnya dalam diskusi bertema ”Kondisi Perekonomian Terkini dan Respons Kebijakan Ekonomi” di Lombok Barat, Sabtu (21/4/2018).
RIM dan PLM bertujuan mendorong fungsi intermediasi perbankan terhadap sektor riil. BI juga ingin membuka aliran likuiditas bank ke perekonomian karena selama ini aliran likuiditas bank banyak yang kembali ke BI.
Dalam dua tahun terakhir, lanjut Retno, posisi operasi moneter BI cenderung meningkat. Pada awal Agustus 2017, operasi moneter BI sebesar Rp 500 triliun dan pada Februari 2018 menjadi Rp 550 triliun.
”Salah satu fungsi dari operasi moneter BI adalah menyerap likuiditas perbankan. Namun, operasi moneter juga dilakukan karena ada aliran dana asing yang keluar,” ujarnya.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Firman Mochtar menilai, perekonomian nasional masih tetap solid karena ditopang oleh investasi dalam bentuk bangunan dan nonbangunan yang cukup baik.
Investasi di sektor bangunan tumbuh ditopang oleh proyek infrastruktur nasional. Sementara investasi di sektor nonbangunan juga mengalami pertumbuhan yang terindikasi dari peningkatan konsumsi.
”Konsumsi berdampak pada meningkatnya impor bahan baku dan barang modal. Dalam jangka panjang, barang impor bisa memberikan dampak positif dalam kapasitas produksi,” ujar Firman.
Meningkatnya kapasitas produksi, lanjutnya, bisa berdampak pada peningkatan lapangan kerja yang turut menopang perekonomian nasional.
Survei kegiatan dunia usaha (SKDU) mencatat, kegiatan usaha pada triwulan I-2018 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Saldo bersih tertimbang (SBT) meningkat menjadi 8,23 persen pada triwulan I-2018 dari 7,40 persen pada triwulan IV-2017.
”Untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, BI tetap mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate di level 4,25 persen pada April 2018,” ujar Firman.
Head of Economics and Market Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menilai, langkah BI dalam mempertahankan suku bunga sebesar 4,25 persen sebagai kebijakan yang tepat dalam mendukung perekonomian dan moneter nasional.
Meski begitu, Enrico mengingatkan BI agar tetap berhati-hati dalam menggunakan cadangan devisa untuk menjaga stabilitas ekonomi. Mencegah pelemahan mata uang tidak selamanya berhasil melalui cadangan devisa.
”Belajar dari Malaysia yang tahun lalu memangkas cadangan devisanya hingga mencapai 30 miliar dollar AS untuk intervensi pelemahan nilai tukar ringgit terhadap dollar (Amerika Serikat), mata uang ringgit tetap melemah terhadap dollar AS,” ujarnya.