Nilai Tukar Melemah ke Rp 13.804 Per Dollar AS, BI Minta Masyarakat Tak Khawatir
Oleh
IDR/AHA/DIM
·4 menit baca
WASHINGTON DC, KOMPAS — Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menyentuh Rp 13.804 per dollar AS pada akhir pekan lalu. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, nilai tukar itu merupakan yang terlemah sejak awal tahun ini.
Bank Indonesia (BI) meminta masyarakat tak khawatir menghadapi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ini. BI juga meminta masyarakat agar tidak hanya melihat angkanya, tetapi melihat persentase pelemahannya.
”Sejak awal tahun, rupiah terdepresiasi 2,23 persen. Mata uang lain ada yang terdepresiasi 3 persen, bahkan 6 persen. Sejak awal April sampai dengan Jumat 22 April, rupiah terdepresiasi 0,79 persen,” kata Gubernur BI Agus DW Martowardojo di Washington DC, Amerika Serikat, Sabtu (21/4/2018) di sela-sela Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia.
Agus memastikan BI selalu hadir di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Secara umum, lanjutnya, perekonomian Indonesia dalam kondisi baik, yang ditunjukkan melalui berbagai indikator, seperti inflasi dan defisit transaksi berjalan yang terkendali. Neraca perdagangan pada Maret 2018 juga surplus 1 miliar dollar AS. Namun, AS mengumumkan perbaikan kondisi ekonomi.
”Masyarakat tetap tenang dan jangan panik. BI selalu ada di pasar untuk menjaga nilai tukar di batas yang wajar. Rupiah dalam kondisi terkendali,” ujar Agus.
Terkait nilai tukar, Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur transaksi di dalam negeri menggunakan rupiah. Dengan penerapan aturan itu, transaksi (yang seharusnya bisa menggunakan rupiah, tetapi menggunakan dollar AS) yang semula mencapai 7 miliar dollar AS per bulan turun menjadi 1,3 miliar dollar AS per bulan.
BI juga memiliki aturan kehati-hatian untuk utang luar negeri melalui ketentuan lindung nilai bagi korporasi memiliki utang luar negeri. Perusahaan menjadi lebih berhati-hati.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Washington DC, AS, mengatakan, untuk menjaga nilai tukar rupiah, ekspor mesti ditingkatkan. Sebab, ekspor merupakan cara menambah suplai dollar AS ke dalam negeri. ”Naikkan ekspor dan wisata untuk menyuplai dollar AS ke dalam negeri,” kata Mirza.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar pada 2 Januari 2018 sebesar Rp 13.542 per dollar AS. Rupiah menyentuh kisaran Rp 13.500-an per dollar AS pada Februari 2018 dan Rp 13.700-an per dollar AS padaMaret 2018.
Imbal hasil
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Dian Ayu Yustina, menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah hingga melewati Rp 13.800 salah satunya disebabkan oleh kenaikan imbal hasil surat utang Pemerintah AS.
”Imbal hasil US Treasury di Amerika Serikat naik tajam. Hal ini dipengaruhi oleh ekspektasi akan kenaikan inflasi di Amerika Serikat yang makin menguat,” ujar Dian.
Kamis lalu, imbal hasil surat utang Pemerintah AS jangka waktu menengah (10 tahun) naik tajam sebesar 5 poin menjadi 2,91 persen. Sementara imbal hasil surat utang jangka panjang (30 tahun) juga naik 5 poin menjadi 3,1 persen. Kenaikan ekspektasi inflasi itu mencerminkan peningkatan optimisme terhadap perekonomian AS.
Kenaikan imbal hasil Pemerintah AS menyebabkan sebagian investor mengonversi portofolionya dan mengalihkannya untuk membeli surat utang Pemerintah AS. Demikian juga investor asing yang memegang portofolio berdenominasi rupiah, sebagian mengonversinya untuk dialihkan ke surat utang AS.
Sementara itu, penguatan kebijakan makroprudensial membangkitkan optimisme BI dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Fungsi intermediasi dan pengelolaan likuiditas perbankan diyakini akan menjaga perekonomian domestik tetap solid.
Kepala Grup Riset Makroprudensial Departemen Kebijakan Moneter BI Retno Ponco Windarti mengatakan, sejak Januari, BI menerapkan rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas makroprudensial.
”Dua kebijakan ini bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi dan pengelolaan likuiditas perbankan sehingga stabilitas industri keuangan tetap terjaga,” ujarnya dalam diskusi di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Sabtu.
Dalam dua tahun terakhir, posisi operasi moneter BI cenderung meningkat. Pada awal Agustus 2017, operasi moneter BI sebesar Rp 500 triliun dan pada Februari 2018 menjadi Rp 550 triliun.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Firman Mochtar menilai, perekonomian nasional masih tetap solid karena ditopang oleh investasi dalam bentuk bangunan dan nonbangunan yang cukup baik.