Lebih dari 10 Juta Nomor Prabayar Diblokir
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan kebijakan registrasi ulang nomor prabayar jasa telekomunikasi menyisakan persoalan. Data kependudukan disalahgunakan dan dipakai mendaftar ulang nomor secara massal.
Pemerintah mendorong industri segera cepat melakukan pembersihan data.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo, Senin (23/4/2018), di Jakarta, mengatakan, upaya pembersihan termasuk menyasar kepada nomor-nomor prabayar jasa telekomunikasi yang diduga didaftarkan ulang memakai robot. Upaya ini dinilai tidak benar.
Pembersihan diawali dengan langkah penelusuran, lalu diblokir. Dia menyebutkan, jumlah nomor yang sudah diblokir berkisar puluhan juta nomor karena kejadian itu.
”Kami hanya bisa memberikan sanksi administratif (peringatan) kepada pelaku industri. Sanksi perdata atau pidana merupakan ranah aparat penegak hukum. Kami berharap, kelak, pemerintah menyusun aturan setingkat undang-undang atau peraturan pemerintah agar dapat menjatuhkan sanksi denda,” tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan, rekonsiliasi atau pembersihan sudah berlangsung empat kali. Upaya pembersihan akan terus dilakukan sampai minggu terakhir April 2018.
Rekosiliasi ini bertujuan untuk menyesuaikan data jumlah nomor prabayar yang berhasil registrasi ulang dengan data kependudukan yang sah antara di sistem Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil dan operator telekomunikasi. Realitas yang terjadi sekarang adalah ada perbedaan jumlah di antara kedua instansi itu.
Tujuan lain rekonsiliasi adalah mengetahui seberapa banyak jumlah nomor prabayar yang diregistrasi ulang secara massal dengan cara menyalahgunakan data kependudukan yang sah. Situasi seperti ini terjadi salah satunya di gerai-gerai distributor kartu perdana nomor prabayar dan voucer isi ulang pulsa seluler.
Data rekosiliasi keempat pada 11 Oktober sampai 15 April 2018 menunjukkan hasil 328.332.548 nomor. Nomor sebanyak itu berasal dari lima operator, yakni Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, Hutchison Tri Indonesia, Smartfren, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
Merza mengemukakan, ATSI mengeluarkan keputusan bahwa semua nomor prabayar yang diregistrasi ulang secara massal dengan cara menyalahgunakan data kependudukan yang sah akan diblokir. Statusnya nomor itu dibersihkan seperti semula atau, dengan kata lain, menjadi tidak aktif.
Bagi warga yang telanjur membeli kartu perdana baru nomor prabayar dan sudah diregistrasi ulang secara massal oleh gerai, mereka disarankan daftar ulang secara benar.
”Kami memperingatkan agar gerai ataupun distributor tidak melakukan tindakan meregistrasi ulang kartu perdana secara massal dengan menggunakan data penduduk tidak sah," kata Merza.
Dia mengakui, setiap operator memberikan target kepada gerai distributor. Bentuknya mulai dari aktivasi nomor prabayar sampai aktivasi paket layanan seluler. Langkah ini butuh perbaikan.
”Tren e-dagang memengaruhi bisnis penjualan kartu perdana dan paket layanan seluler. Kini, bank, gerai ritel modern, sampai toko daring bisa menjual dua produk itu. Kemudian, datang kebijakan registrasi ulang dengan validasi data kependudukan dan catatan sipil sehingga kami pun harus memikirkan tata niaga baru agar distributor mitra tetap menikmati untung," tuturnya.
Menurut dia, para investor di balik bisnis operator telekomunikasi sekarang menuntut pendapatan bagus untuk setiap layanan seluler, seperti telepon dan data internet seluler. Untuk memenuhi tuntutan ini, operator berkompetisi mengejar jumlah besar pelanggan nomor prabayar ataupun pendapatan tinggi untuk setiap jenis layanan seluler.
Merza menambahkan, per 1 Mei 2018, jumlah nomor prabayar jasa telekomunikasi akan berwujud data tunggal. Artinya, datanya akan sama antara ATSI dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Managing Partner PH & H Public Policy Interest Group Agus Pambagio berpendapat, hal yang patut dicermati sekarang adalah verifikasi data setiap nomor prabayar yang teregristrasi dengan data kependudukan. Oleh sebab itu, sistem yang dimiliki oleh Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil harus dipastikan bisa membaca data secara akurat.
”Untuk registrasi nomor prabayar, persyaratannya seharusnya cukup menggunakan nomor induk kependudukan (NIK). Perekaman nomor kartu keluarga (KK) masih bermasalah," ujar Agus.