Pada awal tahun 1990, gim (game) sudah marak di Indonesia, tetapi masih terbatas fasilitasnya. Hingga kemudian harga komputer mulai murah sehingga berbagai jenis gim bermunculan. Perangkat lunak berisi gim pun mudah ditemukan.
Pada masa lalu, anak-anak yang bermain gim hampir selalu diberi stigma sebagai anak yang malas dan tidak produktif. Kini, industri gim sudah membesar. Ada sisi-sisi lain gim yang perlu dicermati korporasi. Pelan, tetapi pasti, pada 2013 terbentuk Asosiasi Game Indonesia (AGI) yang mewadahi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang gim, seperti pengembang, media, animasi, penyedia perangkat keras, dan penyedia layanan sistem pembayaran.
Nama mereka juga sudah dikenal di kalangan industri gim dunia. Kompetisi antarpengembang gim juga cukup berkembang. Tahun lalu, nilai bisnisnya sekitar Rp 12,3 triliun. Akan tetapi, menurut AGI, dari jumlah itu yang masuk ke pengembang Indonesia hanya sekitar 2 persen. Karena itu, pemerintah dan mereka yang terkait tengah memikirkan agar keuntungan lebih banyak dinikmati pengembang gim, seperti dukungan infrastruktur, kebijakan, modal, dan pengembangan mereka yang berbakat di dunia gim.
Gim mungkin belum banyak dilirik oleh perusahaan-perusahaan karena mereka masih memandang gim sekadar permainan dan untuk main-main yang kadang konotasinya negatif. Padahal, industri itu sendiri dari hulu hingga hilir terus menghasilkan uang karena hingga sekarang versi terbaru, perangkat keras tercepat, dan fasilitas lainnya terus dibangun. Semua ini disebutkan baru permulaan dari sebuah industri besar yang tengah berjalan.
Belum lagi bila kita melihat perkembangan gim, kita perlu melihat manfaatnya dan kemungkinan akan memengaruhi kerja pada masa depan. Setidaknya itu sudah terbukti di permainan realitas virtual (virtual reality) dan realitas tertambahkan (augmented reality). Gim bisa membantu dan mengubah cara-cara kerja kita.
Katy Tinan, seorang ahli dan konsultan dunia kerja, membuat tulisan ”How Gaming is Shaping the Future of Work” di dalam Harvard Business Review tentang manfaat gim dalam dunia kerja. Gim yang terbaru ini membuat para pelaku ikut ”mengalami” atau imersi yang bisa digunakan untuk membangun sikap kerja kolaboratif. Sikap kerja ini sekarang menonjol karena di kalangan milenial muncul kesadaran kuat bahwa mereka tidak bisa bekerja sendiri. Juga muncul kesadaran bahwa mereka dan orang lain bermanfaat bagi sekitarnya.
Ada beberapa manfaat dan peluang bisnis gim bagi dunia korporasi. Tinan menyoroti, terutama para pekerja yang jarang bertemu dengan koleganya karena jarak yang jauh. Mereka akan merasa frustrasi, tak terhubung, dan terganggu jika tidak ada komunikasi yang lebih baik. Realitas virtual bisa menjadi solusi masalah ini. Goldman Sachs memprediksi pada 2025 pasar realitas virtual dan realitas tertambahkan bakal tumbuh menjadi 80 miliar dollar AS dibandingkan saat ini atau setara nilai pasar komputer pribadi saat ini.
Peluang lainnya adalah kini para pengembang gim tengah bekerja sama dengan para psikolog. Mereka tengah membangun gim yang mendorong karyawan bisa terlibat makin dalam dengan kolega dan pekerjaan di perusahaan. Dalam salah satu uji coba, karyawan jadi merasa sebagai bagian dari sesuatu yang besar. Tidak mengherankan bila jumlah dan variasi aplikasi gim terus berkembang. Di dalam majalah Forbes, seorang penulis juga membuat tulisan provokatif dengan tema gim yang bisa mengembangkan karier seorang pekerja.
Lepas dari itu semua dunia gim yang lama, melalui berbagai produknya, telah diberi stigma sebagai biang masalah dalam dunia kerja dan pendidikan anak-anak. Kini, gim mulai dikaji ulang sebagai bagian dari cara-cara yang membuat seseorang makin produktif. Karyawan yang suka main gim disebutkan termotivasi untuk mencapai karier puncak karena sudah terbiasa tertantang untuk mencapai penampilan tertinggi di dunia gim. (ANDREAS MARYOTO)