JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah menilai ada penyimpangan informasi yang beredar di masyarakat menyangkut tenaga kerja asing atau TKA. Penyimpangan dianggap sengaja dihembuskan untuk kepentingan sebagian pihak.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Selasa (24/4/2018) menegaskan, penyebaran informasi TKA itu bisa berujung pada keresahan di kalangan masyarakat. Lantaran banyak informasi yang keliru, pemerintah menganggap perlu meluruskan hal-hal yang tidak benar.
"Saya minta (penyebar informasi) menggunakan data yang benar. Mari kita beradu data. Kita juga memiliki data. Jangan karena merasa memiliki pengaruh, menjadi sembarangan bicara. Nanti bisa dibenarkan oleh publik," kata Moeldoko kepada jurnalis.
Menurut pengamatannya selama ini, isu terkait TKA seringkali muncul berkaitan dengan situasi politik nasional. Kemunculannya pun naik turun sejalan dengan dinamika politik yang terjadi. Moeldoko menilai, langkah ini sebagai tindakan yang tidak bijaksana karena menggunakan informasi yang salah. Bukan tidak mungkin, dampak dari penyebaran informasi ini berbalik kepada penyebar informasi awal.
Menteri Ketengakerjaan Hanif Dhakiri saat mendampingi Moeldoko menyampaikan bahwa TKA di Indonesia bukan hanya dari China saja. Namun dari sejumlah negara salah satunya dari Amerika Serikat, seperti yang ada di Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Sidrap, Sulawesi Selatan. Di sana, ada sekitar 700 pekerja, lima persen di antaranya dari AS. Namun, informasi yang berkembang seolah-olah seluruh TKA dari China saja.
Sementara itu, rasio TKA di Indonesia (sekitar 85.000) dibandingkan dengan jumlah penduduk saat ini masih kurang dari 0,1 persen. Angka ini jauh lebih kecil dibanding rasio serupa di negara-negara lain seperti di Uni Emirat Arab sebanyak 96 persen, Qatar 94,5 persen, Thailand 4,5 persen, Hongkong 6,6 persen, dan Vietnam 0,14 persen.
Sementara jumlah TKI yang bekerja di luar negeri sejauh ini sebanyak 9 juta menurut Bank Dunia. Di luar negeri, TKI Indonesia memiliki organisasi, yang bernaung di bawah parpol, ormas, LSM, paguyuban daerah, dan organisasi lain. Kondisi serupa tidak terjadi pada TKA di Indonesia.
Tak perlu dipersoalkan
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Masyarakat diharapkan tidak mempersoalkan regulasi baru tersebut karena tidak ada perubahan krusial jika dibandingkan dengan regulasi lama.
Begitu pula Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diharapkan tidak mempersoalkan Perpres 20/2018 tentang penggunaan TKA, apalagi sampai membentuk panitia khusus (pansus). "Saya kira (DPR) tidak perlu membentuk pansus TKA, karena tidak ada hal-hal prinsip yang diubah," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Masyarakat dan kalangan DPR mempersoalkan Perpres 20/2018, karena dianggap mempermudah TKA bekerja di Indonesia. Padahal menurut Wapres Kalla, Perpres baru hanya memuat perubahan teknis administrasi, seperti surat izin atau visa bekerja, dan lainnya.
Pada Perpres sebelumnya, yakni Perpres Nomor 72 Tahun 2014 diatur TKA wajib memperpanjang visa kerja setiap enam bulan sekali. Sedangkan dalam Perpres 20/2018 diatur visa kerja berlaku selama kontrak kerja TKA di Indonesia.
"Selain itu pemegang saham yang kalau rapat ke Indonesia harus meminta visa, sekarang tidak perlu. Memudahkan administrasi saja," katanya.
Sementara prinsip pokok pengaturan TKA tidak berubah. Setiap TKA harus memiliki keahlian dan kontrak kerja. TKA juga diwajibkan mendidik tenaga kerja lokal yang mendampingi selama bekerja di Indonesia. Perpres 20/2018, bahkan, mengatur kewajiban TKA membiayai pendidikan tenaga kerja lokal.
Oleh karena itu Kalla meminta masyarakat tidak khawatir. Selain jumlahnya masih ribuan orang, keberadaan TKA juga dapat membuka lapangan kerja baru. Selain itu juga membuka peluang adanya transfer teknologi.
"Keberadaan tenaga kerja asing itu tidak mempengaruhi kondisi di negara tertentu. Di Thailand jumlah tenaga kerja asing 10 kalilipat, tapi tidak berpengaruh. Di Malaysia, ada 2 juta tenaga kerja asing dari Indonesia, juga tidak berpengaruh," tuturnya.
Kalla juga mengingatkan bahwa investasi perlu ditingkatkan agar perekonomian tetap bertumbuh dengan baik. Sementara biasanya para investor asing menyertakan tenaga kerja dari negaranya, tetapi jumlahnya relatif sedikit.