Investasi Dana BPJS Ketenagakerjaan Diusulkan ke Sektor Properti
Oleh
ANDY RIZA HIDAYAT
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Investasi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan diusulkan agar diarahkan ke sektor properti. Investasi di sektor ini dinilai lebih menguntungkan daripada mengandalkan investasi berupa surat utang ataupun deposito. Usulan penambahan investasi di sektor properti juga berpotensi menambah nilai manfaat yang lebih besar kepada para pekerja.
Pandangan ini disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat membuka Seminar Nasional Ketenagakerjaan serta Peresmian Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (25/4/2018), di Istana Wapres, Jakarta. Menurut Kalla, BPJS Ketenagakerjaan harus fokus berjuang mencari peluang investasi yang lebih menguntungkan.
”BPJS Ketenagakerjan harus investasi pada sektor yang ada hubungannya dengan tenaga kerja. Contohnya bagaimana membangun rusunawa (rumah susun sederhana sewa) supaya pekerja juga mempunyai manfaat langsung hari itu tetapi jangka panjang masih bisa terjaga nilai daripada hal tersebut,” kata Kalla di hadapan peserta seminar.
Investasi dalam bentuk surat utang ataupun deposito, menurut Kalla, lebih mudah dipengaruhi oleh inflasi. Masalah serupa telah dihadapi oleh perusahaan asuransi-asuransi nasional. Sementara dari catatan Kalla, investasi BPJS Ketenagakerjaan lebih banyak berupa surat utang dan deposito. Kondisi ini belum membuat aman jika dana itu ditarik pada masa sepuluh hingga 20 tahun ke depan.
Lantaran banyaknya dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan tergolong besar, yaitu Rp 321 triliun, maka harus dapat mencari peluang investasi yang lebih menguntungkan, terutama untuk tenaga kerja.
Jusuf Kalla mengakui persoalan ini bukan hal yang mudah dilakukan. Namun, bukan berarti tidak bisa selama peluang investasi yang lebih baik itu ada.
Kalla mengharapkan forum seminar itu menjadi ajang mencari formula terbaik untuk menjaga program jangka panjang. Investasi pada sektor properti menjanjikan karena pekerja membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal. Dari sisi pengusaha, investasi di sektor ini juga menjamin rasa aman pengusaha karena buruh bekerja tidak terlalu jauh tempat kerjanya.
Karena itu, menurut Kalla, investasi sebaiknya tidak terlalu terikat pada surat berharga yang apabila terjadi masalah nilainya makin tidak seimbang lagi dengan kebutuhan ini. Pada prinsipnya, investasi yang dimaksud memberi manfaat yang besar kepada para pekerja. ”Hal itulah yang paling vital dalam mengelola dana masyarakat yang disimpan sementara untuk mengambil manfaat masa yang akan datang,” katanya.
Merespons pandangan Jusuf Kalla, Irvansyah Utoh Banja, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan, menyampaikan, lembaganya telah memberikan pembiayaan perumahan secara tidak langsung. Pembiayaan itu diberikan melalui pembelian obligasi emiten terkait perumahan melalui kontrak investasi kolektif efek beragun aset perumahan dan melalui perbankan kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan. Adapun dana investasi pada pembiayaan perumahan terserap sekitar Rp 4,5 triliun.
Sementara dari Rp 321 triliun dana yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan telah diinvestasikan berupa surat utang 61 persen, saham 19 persen, reksadana 10 persen, deposito 9 persen, dan penyertaan langsung 1 persen. Semua investasi ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.