Keramba Lepas Pantai Potensial Dongkrak Ekspor dan Kesejahteraan Nelayan
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
PANGANDARAN, KOMPAS - Budidaya perikanan laut menggunakan keramba jaring apung lepas pantai membuka peluang peningkatan ekspor peirkanan sekaligus memperbaiki kesejahteraan nelayan. Sebab, produksi bisa melonjak, jenis ikan yang bisa dibudidayakan pun potensial.
Presiden Joko Widodo saat meresmikan keramba jaring apung (KJA) di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang, Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (24/4/2018), menyebut KJA lepas pantai sebagai terobosan dan lompatan maju. Selain berkapasitas besar, teknologi yang diterapkan bisa menahan ombat laut lepas yang tinggi seperti di Pangandaran. Selain di Pangandaran, KJA lepas pantai juga disiapkan di Sabang, Aceh dan Karimun Jawa, Jawa Tengah.
KJA lepas pantai ini digunakan untuk membudidaya ikan kakap putih yang dinilai luas pangsa pasarnya. Secara umum, setiap unit KJA lepas pantai terdiri atas delapan kolam (lubang) berjaring. Di setiap kolam, produksi ikan kakap putih berkisar 100 ton pertahun sehingga setiap unit KJA lepas pantai bisa menghasilkan sekitar 800 ton pertahun.
Dari tiga KJA, produksi kakap putih bisa mencapai 2.400 ton pertahun. Adapun kakap putih diekspor dalam bentuk fillet ataupun ikan beku ke Jepang, Australia, serta kawasan Eropa dan Timur Tengah.
“(Hasil) Keramba biasa hanya 5,5 ton pertahun.
Memang benar, sebuah lompatan di industri perikanan harus dilakukan. Kalau tidak, kita akan terus tergantung pada perikanan tangkap. Sekarang kita harus budidaya dengan cara-cara modern,” tutur Presiden seusai peresmian KJA lepas pantai.
Penerapan KJA lepas pantai ini diharap bisa mendorong transfer teknologi dan transfer ilmu. Model KJA lepas pantai ini diadopsi dari teknologi yang digunakan Norwegia.
KJA lepas pantai terdiri atas kolam, sistem pemberian pakan dan pemeliharaan, serta kapal untuk transportasi. Kolamnya dibuat dari jaring yang berdiameter 25,5 meter, sistem pengaman posisi dan sistem jangkar.
Sistem pemberian pakan berupa persegi panjang ukuran 17,5 x 8 meter persegi yang berfungsi sebagai ruang kontrol dan pemberian pakan, pendorong, rumah jaga, ruang mesin, gudang pakan dan air bersih.
Adapun kapal berukuran 10,5 x 5 meter persegi dengan crane berkapasitas 6,5 ton dan mesin 200 hk akan digunakan untuk memonitor dan memelihara jaring serta mengangkut pakan, benih, dan hasil panen. Kapal ini mengontrol semua hal tersebut secara otomatis karena semua diatur menggunakan komputer.
Dalam peninjauan ke KJA lepas pantai yang berjarak sekitar 8 mil dari bibir pantai seusai peresmian, Presiden ikut melepaskan benih kakap putih ke salah satu keramba bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sekretaris Kabinet Pramono Anung ikut mendampingi di keramba.
Keramba jaring apung selama ini sudah digunakan di Indonesia. Namun, umumnya hanya diterapkan di danau, sungai, atau pantai, belum ada KJA yang di lepas pantai. Selain itu, kapasitasnya berkali-kali lipat, menggunakan sistem komputerisasi, dan tahan gelombang laut yang tinggi.
Namun diakui, investasi yang diperlukan untuk membangun KJA lepas pantai tak sedikit. Untuk satu KJA lepas pantai saja, diperlukan investasi Rp 44,34 miliar. Presiden menambahkan, bisa saja KJA dimiliki KUD-KUD nelayan yang bekerja sama dengan BUMN ataupun perusahaan swasta. Dengan demikian, nelayan ikut memiliki saham dan mendapatkan hasil dari KJA lepas pantai.
Untuk di KJA lepas pantai Pangandara, kata Susi, pengelolanya adalah KUD Minasari, KUD Minapadi, KUD Minarasa, Parigi, Batukaras, dan Pangandaran bersama BUMN Perindo dan Perinus. “Nelayan akan mendapatkan sisa hasil usaha dari kelolaan usaha KJA ini bersama BUMN Perindo dan Perinus,” katanya.
Menurut Susi, di Pangandaran, integrasi pengembangan perikanan dilakukan. Tak hanya KJA lepas pantai, dibangun pula politeknik untuk pendidikan dan riset. Pendidikan ini tak hanya menyangkut pemeliharaan ikan, tetapi juga penelitian pakan ikan.
Selain terkait KJA, Susi juga menyampaikan harapan nelayan supaya ada pengerukan di muara-muara Sungai Cikidang, Sungai Putrapinggan, dan Pelawangan Segara Anakan. Endapan di muara sungai ini membuat nelayan tak leluasa melaut dan harus menunggu pasang. Akibatnya, risiko terhempas ombak semakin tinggi. Banyak nelayan meninggal saat keluar dan kembali dari melaut.
Para nelayan juga meminta supaya ada pembangunan dermaga dan pemecah ombak serta penambahan pembangunan rumah khusus nelayan. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang juga hadir dalam peresmian itu mengatakan, pengerukan akan dilakukan bertahap sebab sesungguhnya alat keruk (dredger) sudah ada di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy.
Adapun pembangunan rumah khusus nelayan sudah dilakukan sejak 2015. Setiap tahun, dibangun 50 rumah. Untuk ke depannya, kata Presiden Joko Widodo, penambahan pembangunan rumah khusus nelayan bisa dilakukan sepanjang Bupati Pangandaran mampu menyediakan lahannya.